Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok memang cenderung melemah saat ini. Maka itu, pihaknya pun mewaspadai terhadap kondisi tersebut.
"Memang Amerika dan Tiongkok sekarang ekonominya cenderung melemah semuanya. Dan ini tentu harus kita waspadai secara baik," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (26/3).
Jika ekonomi Amerika dan Tiongkok sebagai dua ekonomi terbesar di dunia mengalami pelemahan, kata Sri Mulyani, itu akan berdampak pada lingkungan global. Menyikapi itu, kata dia, pemerintah akan terus memperkuat instrumen yang ada di dalam negeri.
Baca juga: Indonesia Harus Perkuat Perundingan Bilateral soal Proteksi Sawit
"Jadi seluruh instrumen yang kita gunakan baik itu di fiskal, belanja negara, perpajakan, kita pakai untuk mendorong investasi kita agar berjalan dengan baik," katanya.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan bahwa pelemahan ekonomi global justru bisa menjadi kesempatan yang baik bagi Indonesia. Pasalnya, para investor akan mencari negara yang memiliki pertumbuhan yang masih tinggi dan kuat.
"(Ekonomi) Indonesia di atas 5% dan cukup stabil selama beberapa dekade, itu menjadi salah satu pilihan. Jadi, kita kalau terus memperbaiki iklim investasi kita, memperbaiki policy, makro kita stabil, itu akan memberikan kesempatan bagi capital itu untuk pergi ke negara kita," terangnya.
Di awal tahun ini, sambung Sri Mulyani, capital inflow sudah masuk cukup besar ke dalam negeri. "Itu lah dinamika yang beda sekali dengan 2018 waktu suku bunga naik, kemudian capital outflow. Sekarang suku bunga berhenti di The Fed plus adanya prediksi akan melemah. Itu menyebabkan capital akan mencari tempat yang lebih atraktif dan kita bisa menjadi tempat yang baik," tuturnya.
Secara terpisah, Ekonom di Kantor Staf Presiden Denni Purbasari pun mengatakan hal yang senada. Menurut dia, melambatnya ekonomi AS bisa menjadi sebuah kesempatan bagi Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonominya.
"Dengan melambatnya ekonomi AS, kita bisa memprediksi bahwa rencana peningkatan suku bunga The Fed mungkin tidak akan secepat dari prediksi tahun lalu. Itu adalah opportunity buat Indonesia untuk memacu pertumbuhan kita," katanya.
Hanya saja, kata Denni, pada beberapa pekan lalu justru yang menjadi kekhawatiran Indonesia adalah terjadinya pelambatan ekonomi Tiongkok. Itu karena Tiongkok merupakan negara mitra dagang terbesar di Indonesia baik ekspor maupun impor. "Jadi kita lebih khawatir apa yang terjadi dengan Tiongkok," ucapnya.
Baca juga: BBM Satu Harga Merambah ke Aru Utara
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia A. Widyasanti mengatakan bahwa reformasi struktural harus dilakukan pemerintah di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. "Risiko dimana-mana, tidak hanya AS, tapi risiko juga dari Eropa dan Tiongkok juga melambat," katanya.
Reformasi struktural, kata Amalia, merupakan upaya untuk mengintervensi dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik lagi. Salah satu reformasi yang bisa dilakukan adalah mendorong pembenahan di sektor industri. "Ke depan kita jangan lagi (ekspor) tergantung (pada) komoditas, tapi ke ekspor yang lebih bernilai tambah tinggi," pungkasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved