Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PT Pupuk Indonesia telah merealisasi penyaluran pupuk bersubsidi sebesar 1,84 juta ton per 17 Maret 2019. Angka tersebut sudah mencapai 21% dari total penugasan yang ditetapkan pemerintah yakni sebanyak 8,87 juta ton sepanjang tahun.
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Achmad Tosin Sutawikara mengungkapkan volume penyaluran saat ini belum terlalu besar karena sebagian besar petani masih dalam periode panen raya. Dengan demikian, kegiatan tanam belum banyak dilakukan.
Selain menyediakan pupuk subsidi, perseroan juga menyiapkan pasokan untuk keperluan komersial. Pasalnya, terkadang, situasi kebutuhan di lapangan tidak sesuai dengan data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan.
Pemerintah hanya mengalokasikan volume pupuk subsidi sesuai kebutuhan di lapangan yang dilihat dari RDKK.
RDKK itu sendiri diajukan oleh kelompok-kelompok tani di seluruh Indonesia ke dinas pertanian setempat.
Baca juga : Pupuk Organik Kurang Diminati Petani
Yang menjadi persoalan, lanjut Tosin, tidak semua petani tergabung ke dalam kelompok tani sehingga tidak terdaftar dalam RDKK dan tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi.
Selaini itu, perilaku petani di lapangan juga menjadi perhatian perseroan. Ia mengatakan masih banyak petani yang menggunakan pupuk melebihi takaran yang semestinya.
"Satu hektare sawah itu hitungan kami cukup dipupuki 250 kilogram (kg) urea. Tetapi petani kadang memberi pupuk sampai 400 kg. Mereka takut tanaman tidak hijau kalau hanya 250 kg," terangnya.
Hal-hal seperti itu yang membuat perseroan harus menyediakan stok lebih besar dari kebutuhan semestinya.
"Jadi kita harus tetap sediakan pupuk nonsubsidi untuk memenuhi kebutuhan yang di luar penghitungan," ucap Tosin. (OL-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved