Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung upaya pemerintah Indonesia yang akan mengambil langkah tegas terhadap kebijakan Uni Eropa yang melarang produk minyak kelapa sawit. "Kami mendukung upaya pemerintah untuk berhadapan dengan EU (Uni Eropa) dan dilibatkan dalam diskusi pembahasan key points kepada Uni Eropa," ujar Wakil Ketua Umum GAPKI Togar Sitanggang, Sabtu (16/3).
Untuk diketahui, belum lama ini Uni Eropa memunculkan rancangan kebijakan energi terbarukan The EU Renewable Energy Directive II (RED II) yang salah satu poinnya mengklasifikasikan minyak sawit sebagai produk tak ramah lingkungan.
Hal ini membuat produk minyak sawit tidak akan lagi menjadi bahan bakar kendaraan bermotor di Uni Eropa. Artinya, ekspor CPO (crude palm oil) dari Indonesia ke negara-negara Benua Biru tersebut terancam terhenti.
Saat menanggapi hal ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pemerintah Indonesia akan mengambil sikap tegas dengan menemui Komisi Uni Eropa pada pertengahan April mendatang.
Baca Juga: GAPSI Dukung Langkah Perintah Lobi Uni Eropa Soal Sawit
"Tentu ini sudah warning yang serius untuk kita pertimbangkan. Kita dengan Malaysia sudah sepakat akan ke Eropa awal minggu kedua April sebelum diambil keputusan di parlemen UE. Kita juga enggak tahu ini makin keras apa makin ringan?" kata Darmin di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (15/3).
Menurut dia, bisa saja Indonesia membawa persoalan ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Namun, kata dia, hal itu masih tergantung pada sikap parlemen Eropa. Darmin mengatakan bahwa pihaknya sudah tidak memiliki pilihan lagi dalam mengatasi masalah sawit tersebut.
"Kita sudah mencoba berunding, menjelaskan, melobi, tapi kelihatannya mereka jalan terus. Enggak apa-apa, kita juga mengambil langkah yang baru. Kita akan mulai mengambil langkah-langkah yang lebih frontal," tandasnya, tanpa merinci lebih jauh langkah yang dimaksud.
Pasar baru
Wakil Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, menyarankan lebih baik pemerintah membawa persoalan itu ke WTO. Menurut Joko, Indonesia tidak perlu takut kehilangan pasar di Uni-Eropa. Sebab, pasar baru untuk produk sawit Indonesia beserta turunannya, terus bertumbuh.
Pendapat senada dikatakan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Menurut dia, Indonesia tidak perlu gusar karena masih ada banyak pasar potensial yang bisa digarap, seperti Afrika, Timur Tengah, dan Rusia.
Selain itu, lanjut Bhima, pemerintah bisa menguatkan sinergi dengan negara produsen sawit, terutama Malaysia yang tentunya juga dirugikan dengan keputusan Komisi Uni Eropa. "Jika perundingan dilakukan bersama, daya tawar pasti akan naik," tandasnya.
Selain mulai membuka pasar baru, pemerintah sebetulnya juga telah mengupayakan untuk menyerap produk minyak sawit dalam negeri melalui program mandatory B-20 (pencampuran biodiesel (bahan bakar nabati/sawit sebesar 20% pada bahan bakar minyak).
Selain itu, pemerintah juga telah menghapus sementara kebijakan pungutan ekspor sawit dan turunannya yang sebesar US$50 per ton. Kebijakan itu merupakan respons pemerintah atas terus menurunnya harga komoditas sawit di pasar internasional. (nur/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved