Era IA-CEPA, Daya Saing Peternakan Sapi harus Ditingkatkan

Andhika Prasetyo
06/3/2019 12:00
Era IA-CEPA, Daya Saing Peternakan Sapi harus Ditingkatkan
Sapi perah Australia milik Mark Hallet (kiri) peternak di Dago Dairy, Desa Mekarwangi, Lembang, Jawa Barat, Selasa (3/1).(Ilustrasi -- MI/Susanto)

PERHIMPUNAN Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) khawatir Indonesia-Australia Comprehensive Economic Agreement (IA-CEPA) akan menyulitkan para peternak lokal. 

Pasalnya, dengan kesepakatan itu, kini impor daging sapi dan sapi hidup dari Negeri Kanguru akan dikenai bea masuk 0%.  Dengan kebijakan itu, dikhawatirkan sumber protein impor itu akan membanjiri pasar dalam negeri.

Untuk mengantisipasi hal itu, menurut Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana, pemerintah harus mampu mendorong peningkatkan produktivitas dan daya saing industri peternakan nasional.

Selama ini, menurutnya, peternak lokal masih belum mampu bersaing dengan produk asing. Harga daging sapi lokal masih mahal karena biaya produksi yang dikeluarkan juga besar

"Peternak masih berternak dengan sangat tradisional, belum efisien. Peternakan rakyat kita sapinya hanya satu dua ekor. Sementara di Australia sudah mengandalkan farm yang besar dan kuat," ujar Teguh Boediyana, Rabu (6/3).

Baca juga: DPR Optimistis Ratifikasi IA-CEPA Selesai Cepat

Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk serius membenahi sektor peternakan sapi di semua lini, mulai dari sisi hulu hingga ke hilir, baik untuk sapi potong maupun sapi perah.

"Bea masuk 0% harus dimanfaatkan untuk mendatangkan sapi-sapi Australia ke dalam negeri untuk dikembangbiakkan dan diolah secara komprehensif," tandasnya.

Sejauh ini, dalam pemenuhan daging sapi, Indonesia masih bergantung pada Australia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2017, Indonesia mengimpor 160 ribu ton daging sapi. Dari jumlah itu 53% berasal dari Australia.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi daging sapi lokal rata-rata 532 ribu ton per tahun. Jumlah itu tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional yang per tahun mencapai 784 ribu ton. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya