Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MENTERI Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengajak seluruh masyrakat Indonesia berani untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang besar. Pemerintah bertekad membangun infrastruktur untuk kesejahteraan rakyat dan menarik investasi sesuai kaidah yang ada sehingga tidak perlu ada intervensi yang melanggar kedaulatan NKRI.
“Jangan mau dianggap kecil sama orang. We have our own and you have your own. Kamu punya peraturan dan kita punya peraturan. Harus hargai itu,” kata Menko Luhut saat Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri yang Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK–PTIK), Jakarta, dalam siaran pers yang diterima, Minggu (3/1).
Dalan ajakan itu, Menko Luhut menceritakan pengalamannya sebagai pembicara dalam World Economic Forum (WEF) 2019 yang diselenggarakan di Davos, pekan lalu.
"Mereka mengakui Indonesia negara rising star yang perkembangan ekonominya semakin maju. Diramalkan pada 2030 nanti, ekonomi Indonesia akan menduduki posisi ke-4 di dunia,” jelasnya.
Karena itu ia berharap agar para perwira TNI maupun Polri dapat memahami potensi negara Indonesia akan ke mana arah pembangunannya.
Informasi keliru
Senada dengan itu, pengamat kehutanan Profesor Yanto Santosa menyerukan organisasi asing menghentikan kampanye negatif tentang tentang pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati di Tanah Air. Pasalnya, seringkali kampanye yang menghambat pembangunan nasional itu dilakukan berdasarkan informasi keliru, tidak lengkap dan tidak benar.
Ia memberi contoh pada pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Menurutnya, sejumlah NGO maupun pihak asing lain kerap menyatakan proyek itu akan mengancam keberadaan orang utan.
"Padahal, lokasi pembangunan PLTA ada di luar kawasan hutan. Kalau pun ada orangutan yang menjelajah dekat dengan lokasi proyek, jumlahnya tidak sebanyak yang mereka klaim," kata Santosa, Jumat (2/1).
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menambahkan informasi salah lainnya yang sering dijadikan rujukan ialah tentang pembangunan kolam penampung air harian untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik PLTA tersebut.
Seringkali, kata dia, dikampanyekan bakal ada bendungan besar yang dibangun dan lahan ribuan hektare yang akan terendam. Faktanya, kata Santosa, tak ada bendungan besar, melainkan kolam penampung dengan luas sekitar 90-an hektare.
Contoh lainnya, sambung Santosa, tentang aksi beberapa lembaga yang mengkampanyekan bahwa Sumut surplus listrik sehingga tidak perlu pembangkit baru. Padahal informasi itu sangat keliru. "Itu salah. Listrik saat ini dipenuhi dari pembangkit berbahan bakar fosil yang disewa dari luar negeri," katanya.
Seperti diketahui, masih banyak pihak asing berupaya mengintervensi program-program pembangunan di Indonesia, terutama infrastruktur. Mereka kerap menggunakan isu lingkungan hidup, kehutanan, hingga rawan bencana untuk menggagalkan pembangunan infrastruktur. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved