Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Saatnya Indonesia Memutus Ketergantungan Energi Fosil

Syarief Oebaidillah
31/1/2019 23:30
Saatnya Indonesia Memutus Ketergantungan Energi Fosil
(youtube)

INDONESIA merupakan salah satu dari sedikit negara berkembang yang berhasil mengurangi ketergantungan fiskal pada pendapatan dari produksi bahan bakar fosil, tetapi tetap mempertahankan pertumbuhan dan diversifikasi ekonomi sebagai sumber pendapatan pemerintah.

Demikian disimpulkan dalam laporan Global Subsidies Initiative of the International Institute for Sustainable Development (IISD). Laporan bertajuk 'Selepas Bahan Bakar Fosil, Transisi Fiskal Indonesia' itu menelusuri bagaimana Indonesia membebankan pajak dan mensubsidi minyak, gas, batu bara, dan listrik.

Selain itu, laporan tersebut juga mendapati fakta bahwa di tengah merosotnya harga minyak di pasar dunia, transisi energi bersih tidak hanya akan bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga anggaran Pemerintah Indonesia.

Kontribusi penerimaan pajak dan bukan pajak terhadap anggaran Pemerintah Indonesia sangat bergantung pada fluktuasi harga dunia untuk minyak, gas, dan batu bara. Meskipun harganya fluktuatif, secara keseluruhan pendapatan pemerintah dari sektor ini menunjukkan tren penurunan.

Pendapatan pemerintah dari sektor hulu migas Indonesia turun drastis dari 35% pada 2001 menjadi hanya 6% (kurang dari 1% dari PDB) pada 2016. Dengan penurunan produksi serta ekspor migas plus harga yang tidak pasti di pasar dunia, pendapatan dari sektor bahan bakar fosil berisiko terjun lebih jauh dalam waktu dekat.

Dalam beberapa dekade terakhir, Pemerintah Indonesia berupaya mendorong pengembangan sektor manufaktur, keuangan, dan lainnya. Seiring dengan pertumbuhan, sektor-sektor tersebut membayar pajak lebih besar. Terlepas dari penurunan peran sektor bahan bakar fosil, selama 2001-2016, tingkat pertumbuhan PDB Indonesia (3-4% per tahun) dan defisit anggaran (pada 2-3%) tetap tidak berubah.

"Indonesia dapat menumbuhkan ekonominya tanpa memperluas ekstraksi bahan bakar fosil, meskipun sebenarnya ada lebih banyak yang dapat dilakukan untuk membangun sektor energi bersihnya," kata Philip Gass, Senior Policy Advisor and Lead of IISD's Indonesia Program, yang mengulas laporan itu.


Baca juga: Ekonomi Indonesia akan Membaik pada 2023


Sepanjang 2014-2016, Pemerintah Indonesia menghimpun rata-rata Rp190 triliun (US$16 miliar) dari pendapatan pajak dan bukan pajak hulu migas.

Berdasarkan analisis IISD, dalam periode yang sama menghabiskan jumlah yang sama untuk membayar subsidi bahan bakar dan listrik. Artinya, tanpa meningkatkan pendapatan bersih, subsidi ini mendorong konsumsi energi yang boros, yang makin membuat cadangan migas, dan batu bara Indonesia menipis lebih cepat.

Untuk membuat alokasi sumber daya yang efisien dan merata untuk berbagai jenis energi, subsidi semacam itu harus dihapuskan, di sisi lain konsumen energi yang rentan harus menerima lebih banyak bantuan.

"Penghargaan layak diberikan buat pemerintah, karena pemerintah telah mereformasi beberapa subsidi bahan bakar fosil, dengan hasil positif," kata Lucky Lontoh, Koordinator IISD Indonesia, dalam keterangannya, Kamis (31/1).

Ia mencontohkan, reformasi subsidi pada 2014, Pemerintah Indonesia menghapus subsidi bensin, dan pada saat yang sama dapat melakukan investasi yang lebih besar ke dalam infrastruktur, dan program bantuan sosial.

"Jika Indonesia melakukan lebih banyak reformasi subsidi, kita dapat bergerak lebih cepat untuk membangun energi bersih, dan menghemat pendapatan yang bisa disalurkan untuk investasi yang bermanfaat bagi semua orang," lanjut Lucky.

Laporan IISD menyebut pendapatan dari perpajakan produksi dan konsumsi bahan bakar fosil serta penghematan dari pengurangan subsidi bahan bakar fosil, harus diinvestasikan secara produktif untuk mendukung pembangunan sosial dan diversifikasi ekonomi.

Investasi pendapatan pemerintah dari bahan bakar fosil juga harus memperhatikan kepentingan kelompok rentan dan bisa mengurangi biaya hidup mereka. Area-area investasi misalnya jaring pengaman sosial, layanan kesehatan, pendidikan dan layanan publik lainnya, serta infrastruktur.

Investasi ini juga harus menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berkelanjutan yang mendukung upaya transisi, termasuk di perdesaan dan daerah yang saat ini bergantung pada bahan bakar fosil.

Investasi untuk energi terbarukan yang disokong efisiensi energi, diyakini dapat mendorong diversifikasi ekonomi Indonesia dan transisi fiskal akan makin bergantung pada bahan bakar fosil. (RO/OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik