Kementerian Perdagangan terus menggecarkan monitoring ketat terhadap peredaran barang.
Dari hasil pengawasan pada periode semester II 2015, diketahui 60% atau sekitar 177 produk dari total 295 produk yang diawasi, telah memenuhi ketentuan SNI Wajib, petunjuk penggunaan manual dan garansi (MKD), serta pencantuman label berbahasa Indonesia.
“Sedangkan sisanya atau sekitar 40% barang yang tidak sesuai ketentuan, itu dari hasil identifikasi kami, terdapat 51 pelanggaran terhadap SNI, 46 pelanggaran MKG dan 22 pelanggaran label dalam bahasa Indonesia,†papar Direktur Jenderal Standardisasi Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo saat memberikan keterangan pers, Selasa (22/12).
Adapun jenis produk yang diawasi mencakup bahan bangunan, suku cadang, makanan, elektronik, produk tekstil dan barang lainnya.Menilik pada hasil pengawasan di semester I 2015, tampak ada kemajuan yang menggembirakan dari banyaknya produk yang memenuhi ketentuan.
Sebagai informasi, dari 205 barang yang diawasi sepanjang semester I 2015, tercatat sebanyak 92 barang yang tidak melanggar ketentuan seperti SNI dan label berbahasa Indonesia. Widodo menambahan pihaknya mengapresiasi pelaku usaha yang memusnahkan sendiri produknya ketika ditemukan adanya pelanggaran. Misalnya pemusnahan terhadap 222 pompa air berbagai merek.
“Untuk produk yang tidak sesuai ketentuan, kita malah apresiasi pengusaha yang langsung memusnahkan. Karena itu menunjukkan kepedulian pelaku usaha terhadap perlindungan konsumen. Ada sekitar 96 perusahaan yang bahkan melarang dan menarik barang yang tidak sesuai dengan SNI Wajib,†ungkap dia.
Di samping itu, Widodo turut menegaskan pihaknya tak akan sungkan menarik barang yang tidak sesuai dari peredaran ketika pelaku usaha masih saja mempertahankan.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong memahami beberapa bulan sebelumnya terjadi gejolak di tengah masyarakat terkait maraknya isu razia produk ilegal. Kembali ditekankan olehnya, yang dilakukan pemerintah ialah pengawasan berkala guna mencegah penyelundupan dan masuknya produk impor ilegal.
“Maka dari itu, kami meminta keaktifan pelaku usaha dan masyarakat untuk memantau produk yang mereka beli atau lihat di pasar. Kalau ada yang mencurigakan, segera laporkan. Sekarang teknologi kita sudah maju, arus informasi juga cepat,†imbuh Tom, sapaan akrabnya.
Dia tidak memungkiri ada banyak tahapan dalam proses perizinan yang harus dilalui untuk uji sertifikasi produk agar sesuai ketentuan.
“Bersama dengan kementerian/lembaga teknis terkait, kami sedang bicarakan sertifikasi produk agar birokrasinya bisa diperingkas dan lebih efisien namun tetap memperhatikan unsur-unsur perlindungan konsumen. Hal itu juga sesuai dengan spirit deregulasi dan debirokratisasi,†pungkas dia.
Produk tak layak senilai Rp4,8 miliar
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparinga mengungkapkan temuan terhadap produk pangan yang tidak layak menjelang Hari Raya, seperti Natal dan Lebaran, terbilang lebih marak dari hari biasa. Kemungkinan besar, sambung dia, hal itu disebabkan peningkatan pengawasan oleh petugas di lapangan.
“Saya percaya pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya menaruh perhatian yang besar terhadap pengawasan produk pangan,†terang Roy.
Dari hasil evaluasi terhadap intensifikasi pengawasan pangan jelang Hari Raya termasuk Natal dan Lebaran, Roy memandang ada kecenderungan kenaikan sebesar 15% dibandingkan tahun lalu.
Itu tercermin dari temuan produk makanan yang tidak layak mencapai nilai ekonomis Rp33,4 miliar pada 2015, sedangkan 2014 tercatat Rp29 miliar.
Produk yang dikategorikan tak layak ialah produk kadaluarsa, tanpa izin edar dan rusak. Adapun spesifik temuan produk tidak layak menjelang Natal 2015, nilai ekonomisnya mencapai Rp4,8 miliar dari total 121.610 kemasan. Dengan rincian produk kadaluarsa sebanyak 63%, tanpa izin edar sebanyak 29% dan rusak sebanyak 9%.
“Tidak hanya itu, menjelang MEA, kekhawatiran terhadap masuknya produk yang tidak layak juga semakin mengemuka. Tapi itu harus kita lawan dengan pengawasan yang ketat, serta evaluasi berkala. Niscaya kita mampu menghadapi era persaingan global,†ucapnya optimistis.(Q-1)