Headline

Istana minta Polri jaga situasi kondusif.

Relaksasi DNI Perlu Dibarengi Repatriasi

Nur Aivanni
26/12/2018 01:45
Relaksasi DNI Perlu Dibarengi Repatriasi
(Dok MI)

RELAKSASI daftar negatif investasi (DNI) oleh pemerintah dinilai tidak akan cukup efektif membuat defisit neraca perdagangan (current account deficit/CAD) membaik.

Pasalnya, tanpa adanya aturan untuk menahan aliran dana keluar atau repatriasi, defisit akan terus terjadi dan investasi yang masuk malah akan memberikan tekanan tambahan.

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menga­takan fenomema tingginya CAD telah berlangsung sejak dahulu dan tidak bisa diantisipasi dengan hanya memasukkan investasi dengan merelaksasi DNI.

“Kita ada masalah di neraca dagang, yakni impor selalu lebih tinggi daripada ekspor. Dahulu CAD bisa tertolong karena investasi portofolio yang masuk dan menutupi (defisit)nya,” ungkap Yanuar di Jakarta, Selasa (25/12).

Sekarang ini pemerintah mencoba meng­alihkan agar aliran investasi yang masuk diarahkan ke sektor riil. Namun, itu pun tidak akan menyelesaikan masalah karena soal repatriasinya tidak diatur.

Permasalahan defisit juga terjadi lantaran neraca jasa Indonesia yang negatif. Bila sektor jasa yang selama ini sudah berdampak negatif terhadap cadangan devisa dibuka 100% untuk asing, tekanan terhadap defisit akan bertambah.

Yanuar memberikan contoh pada kantor akuntan publik (KAP) asing yang harus bermitra dengan partner lokal. Mereka bi­sa leluasa berpraktik di Indonesia serta me­nempatkan ekspatriatnya bekerja di In­donesia. Hal yang sama juga bisa terjadi dengan sektor jasa lainnya.

“Bila ada asing yang mau masuk untuk bikin kantor di sektor jasa, taruh kata mereka harus setor dana Rp10 miliar, paling itu saja yang masuk, untuk modal disetor. Namun, setelah itu mereka bebas membawa hasil keuntungannya keluar karena tidak ada yang mengatur,” ujarnya.

Tidak inklusif
Hal senada dikemukakan peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurut Bhima, jika 25 bidang usaha sepenuhnya dibuka kepada investor asing, hal itu akan berisiko bagi pertumbuhan ekonomi ke depannya. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin tidak inklusif.

“Jika ada profit pun akan ditransfer ke negara induknya. Inilah yang kemudian membuat neraca pembayaran akan terus mengalami tekanan,” terangnya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah kembali mengkaji kebijakan relaksasi DNI. Lebih lanjut, Bhima menyampaikan pemerintah sebelumnya juga telah membuka ruang untuk investasi asing yang cukup besar melalui Paket Kebijakan Ekonomi X pada 2016. Ada 101 bidang usaha yang diperluas bagi investor asing. Namun, 51 dari 101 bidang usaha tersebut tidak diminati investor.

Sejauh ini, pemerintah baru memastikan menarik kembali lima sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk masuk DNI. Adapun yang lainnya masih akan terus dibicarakan dengan pelaku usaha.

Kelima sektor UMKM yang kembali masuk DNI itu terdiri atas empat bidang usaha dari kelompok A (UMKM-K) dan satu bidang usaha dari kelompok B (UMKM yang dicadangkan).

Mereka ialah industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, industri per­cetakan kain, industri kain rajut khususnya renda, warung internet, dan perdagangan eceran melalui kantor pos dan internet. (Uud/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya