KABURNYA kapal asal Tiongkok berbendera Panama, MV Hai Fa, dari perairan Indonesia setelah mendapat hukuman ringan oleh Pengadilan Perikanan Kota Ambon, Maluku, merupakan tamparan keras bahwa masih lemahnya penegakan hukum di Tanah Air. Padahal, kapal bebobot 4.306 gross tonnage (GT) tersebut telah melakukan praktik pencurian ikan (IUU Fishing) lantaran tidak mengantongi izin dan mematikan alat pelacak atau Vessel Monitoring System.
Tidak mau kejadian pahit terulang kembali, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menekankan perlunya kesepakatan antar penegak hukum dalam hal memberantas aksi pencurian ikan. Dalam hal ini, Susi menyoroti tindak lanjut penanganan kapal-kapal asing pencuri ikan yang acapkali harus melalui meja hijau. Dia menuding adanya tahapan tersebut membuat pencuri ikan merasa di atas angin sehingga memiliki kesempatan untuk mencari pembelaan agar terhindar dari jerat hukum.
“Sebelum menenggelamkan kapal harus melalui pengadilan. Lebih baik begitu tahu ada kapal asing yang masuk perairan Indonesia dan terbukti mencuri ikan, baiknya dibakar saja. Kalau masuk pengadilan, mereka punya oportuniti untuk melawan,†tegas Susi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat (2/10).
Keniscayaan yang dipegang Susi sejalan dengan Presiden Joko Widodo yang turut berpendapat penegakan hukum melalui penenggalaman, semestinya diarahkan bagi kapal asing yang melanggar aturan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI. Maka dari itu, sambung dia, diperlukan adanya kesiapan infratruktur dan regulasi guna mewadahi aturan-aturan yang selama ini menjadi patokan penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian RI dan TNI AL.
Disadari, langkah tersebut tentu akan menuai kontra, khususnya dari negara asal pemilik kapal. Kendati demikian, tindakan penenggelaman sendiri sejatinya telah diatur dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
“Dari segi aturan, dalam UU Perikanan sebenarnya diperbolehkan penenggelaman atau pembakaran kapal tanpa melalui pengadilan, selama minimal ada dua alat bukti. Tapi di negara ini, kita punya aparat hukum lain dengan undang-undang yang berbeda. Nah di sini permasalahannya. Harus dibuat regulasi yang menjadi kesepakatan bersama,†imbuh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin dalam kesempatan yang sama.
Urgensi dari kesatuan regulasi, kata dia, demi menghindari kesimpangsiuran upaya penegakan hukum di lapangan. Agar memiliki supremasi hukum yang lebih kuat, regulasi yang dimaksudkannya dapat dikemas dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Lebih jauh Asep memastikan upaya penenggelaman atau pembakaran yang dilakukan petugas, berdasarkan pertimbangan hukum yang matang atau situasi force major seperti perlawanan ketika proses pemeriksaan di lapangan berjalan.
Kapal Thailand tuntut balik Keseriusan pemerintah memberantas IUU Fsihing sudah tentu bukan perkara mudah. Belum lama ini, kapal angkut asal Thailand, MV Silver Sea (SS) 2, ditangkap TNI Angkatan Laut di perairan Sabang, Aceh, lantaran melakukan tindakan transshipment (bongkar muat di tengah laut) dan tidak mengantongi Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). SS 2 sendiri belakangan diketahui masih terafiliasi dengan PT Pusaka Benjina Resources yang terbukti melakukan praktik perbudakan dan pencurian ikan di perairan Arafuru.
Meski jelas melakukan banyak pelanggaran, pemilik kapal MV Silver Sea 2, Supachai Singkalvanch, malah mengajukan praperadilan kepada TNI AL di Pengadilan Negeri Sabang. Tidak sampai di situ, Kementerian Kelautan dan Perikananan pun juga dituntut balik oleh nahkoda SS 2, Yotin Kuarabiab, melalui praperadilan di pengadilan serupa.
“KKP siap saja menghadapi praperadilan di Sabang, bukti yang kami miliki kuat. Yang perlu kita selidiki di sini adalah pengacara dari Silver Sea 2 yaitu Hendri Rifai,†cetus Susi.
Bos maskapai Susi Air itu mengendus aroma mencurigakan dari pengacara asal Pontianak tersebut. Susi menduga profesi Hendri yang sebelumnya menjadi agen kapal asing, ditengarai berperan dalam menebus 4 kapal pencuri ikan asal Thailand di Meulaboh beberapa waktu lalu.
“Menurut catatan kita, ada beberapa kasus kapal asing yang ditangani Hendri, tapi sedang diselidiki ada tidaknya hubungan pengacara tersebut atas penebusan kapal asing dari Thailand yang ditangkap di perairan Meulaboh. Karena, itu kan pemenang lelangnya saudara Hendri dan saat itu saya baru sekitar satu atau dua bulan menjabat sebagai menteri,†ungkapnya.
Penegakan hukum terhadap kasus SS2 diharapkannya membuahkan hasil yang menjunjung tinggi asas keadilan. Mengingat, pelanggaran yang dilakukan SS2 tidak lagi bisa ditolerir karena telah merugikan negara dan mencoreng kedaulatan perairan Indonesia.(Q-1)