Pelaku Usaha Skeptis INSW Bisa Perbaiki Sistem Eksim
Fathia Nurul Haq/Nuriman Jayabuana
01/10/2015 00:00
(ANTARA/Hermanus Prihatna)
Pembaharuan sistem Indonesia Nasional Single Window (INSW) masih dipandang kurang efektif bagi pelaku usaha.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Ade Sudrajat mengatakan INSW merupakan program lama yang selama ini tidak berjalan. Sehingga efektivitasnya masih diragukan oleh pelaki usaha.
"Kita lihat dulu, itukan berlakunya nanti, bukan sekarang. Selama ini yang berlaku tidak ada keterbukaan informasi," kata Ade kepada Media Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (30/9).
Ade optimis jika INSW diberlakukan dengan benar maka dampaknya akan baik bagi negara maupun industri. Sayangnya, selama ini pelaku usaha merasa tidak ada keterbukaan informasi seperti kuota impor maupun realisasi yang kepada pelaku usaha maupun pemerintah.
"Datanya ditutupi oleh bea cukai saja, seharusnya pajak bisa melihat kesana. Importir yang selama ini kerjasama dengan oknum masuk dengan mudah. Kalau datanya saling terbuka, maka pajak juga bisa masuk. Sehingga target pajak bisa tercapai," tambah Ade.
Ade juga skeptis mengenai pengawasan dana hasil ekspor (DHE) yang diklaim dapat diakses melalui sistem INSW. Apalagi imbauan agar dana tersebut didepositokan. Pasalnya, DHE adalah dana operasional yang fluktuatif setiap harinya, sehingga tidak mungkin untuk disimpan dalam bentuk deposito.
"Karena itu harus dibayarkan lagi. Itu Working Capital, dan tidak bisa dipaksakan untuk ditahan di Indonesia, tergantung dimana kita berhutangnya. Kalau di luar negeri ya kita simpan disana, karena harus muter," cetusnya.
Menurut Ade lagi, yang lebih tepat adalah mendepositokan profit margin hasil ekspor yang dikalkulasikan tiap tahun. Pasalnya, biaya operasional rekening valas lebih mahal ketimbang bunga deposito, sehingga pengusaha harus terus memutar uangnya agar biaya operasional tersebut tertutup.
"Rekening itu kan lebih mahal (biaya operasionalnya) dibanding rekening biasa, mana bisa tertutup. Tidak logis," cetus Ade. Eksportir nantikan manfaat INSW
Di tempat terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia Benny Soetrisno menilai pembaruan portal Indonesia National Single Window menyatakan masih perlu dipantau lebih lanjut untuk melihat apakah akan memberi banyak kemudahan bagi eksportir. "Kita lihat saja dulu dalam beberapa bulan ke depan dampaknya," ujar dia saat dihubungi, Rabu (30/9).
Namun dia mengemukakan pendapat lain terkait paket kebijakan ekonomi pemerintaj jilid II. Menurutnya, eksportir menyambut baik pengurangan pajak bunga deposito bagi eksportir yang melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke Bank Indonesia.
Dia mengatakan insentif pengurangan pajak bunga deposito bagi eksportir dipandang memang baik untuk memperkuat rupiah. Tapi, di sisi lain, dia menekankan bahwa tak semua eksportir lebih memilih menyimpan dananya di luar negeri. Penyebab eksportir memilih untuk bertransaksi keuangan di luar Indonesia tak lain karena pinjaman atau kredit dari perbankan luar negeri lebih menarik. "Bunga kredit di luar lebih kecil dibanding perbankan di sini," kata dia.
asumsi yang menyebut para pelaku eksportir lebih memilih menyimpan uang di luar negeri tidak sepenuhnya benar. Dia menjelaskan, tidak sedikit hasil transaksi eksportir (devisa hasil ekspor) yang dipakai di dalam negeri. Namun dalam kasus ini, eksportir lebih memilih untuk tidak menggunakan letter of credit (LC).
Hal inilah yang menurutnya membuat devisa hasil ekspor tidak tercatat oleh Bank Indonesia. "Mereka pilih transaksi pakai rupiah atau cash, tidak menerima LC," kata dia.
Selain itu, dia menilai insentif pajak deposito kepada pelaku ekspor akan kurang dirasakan bagi eksportir manufaktur. Sebab, hasil ekspornya tidak cukup untuk disimpan dalam bentuk deposito. "Karena dananya akan digunakan untuk beli bahan baku dan biaya lainnya," kata dia. Dia menjelaskan, pelaku aktifitas ekspor lebih urgen mendapatkan pembiayaan pre export financing based on underlying.
Pemerintah telah mengeluarkan enam kebijakan utama untuk mendorong investasi dan ekspor. Salah satu di antaranya ialah pengurangan pajak bunga deposito. Insentif tersebut ditujukan bagi eksportir yang melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke Bank Indonesia. DHE yang disimpan dalam bentuk deposito 1 bulan, tarifnya diturunkan menjadi 10 persen; 3 bulan menjadi 7,5 persen; 6 bulan menjadi 2,5 persen; dan di atas 6 bulan 0 persen. (Q-1)