Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Ekonom: Rupiah Makin Ketat, RI Jangan Bergantung pada Asing

Teguh Nirwahyudi
30/9/2015 00:00
Ekonom: Rupiah Makin Ketat, RI Jangan Bergantung pada Asing
()
INDONESIA dinilai perlu melakukan perbaikan perekonomian di dalam negeri dan tidak mengandalkan kepada luar negeri, di tengah terus melemahnya nilai tukar rupiah dan kenaikan market JIBOR 50-100 bps yang mengindikasikan bahwa pasar rupiah sudah semakin ketat dan belum ada peningkatan pada harga SUN serta obligasi.

Martin Panggabean, ekonom IGICo (Indonesia Green Investment Corporations) Advisory menegaskan Indonesia tidak bisa lagi bergantung pada peningkatan harga komoditas yang terus melemah, maupun pemulihan perekonomian China, serta menunggu The Fed yang masih tetap akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini. Sebaliknya, Indonesia harus segera memperbaiki perekonomian di dalam negeri.

“Ekspektasi pasar belum akan membaik karena pasar menilai kondisi ekonomi Indonesia masih belum ada tanda-tanda pembalikan ke arah ekonomi yang baik. Kurs rupiah terus melemah hampir menyentuh 15.000 per dolar AS. Di sisi lain, harga SUN dan obligasi belum naik, serta The Fed masih tetap akan menaikkan suku bunga akhir tahun ini, sehingga permasalahan ini dapat terus membebani perekonomian Indonesia, khususnya perbankan,” tegasnya, hari ini.

Martin menjelaskan, sebaiknya pemerintah segera melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur yang sudah menjadi program, dan merealisasikan beberapa kebijakan paket deregulasi serta debirokratisasi yang sudah terbit dijalankan dengan konsisten sesuai dengan target, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong ekonomi berbalik arah.

Dia menambahkan, kurs rupiah juga perlu dijaga, karena saat ini sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan. “Buruknya ekspektasi masyarakat terhadap prospek perekonomian dilambangkan dari kurs. Sebaiknya Bank Indonesia dan pemerintah perlu menjaga ekspektasi tersebut supaya tidak semakin negatif. Intervensi diperlukan, namun perlu juga menjaga cadangan devisa. Peraturan untuk menghalangi bank melakukan spekulasi terhadap mata uang Rupiah perlu di-reintroduce, karena pelaporan PDN (Posisi Devisa Neto) setiap 30 menit yang pernah diberlakukan dapat mengurangi spekulasi.”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tambahnya, perlu memperketat pengawasan bank. OJK perlu segera melakukan tindakan untuk mengidentifikasi dan memitigasi bank yang lemah, serat mengkomunikasikan kondisi perbankan Indonesia dengan baik kepada publik. “Komunikasi yang baik dapat mencegah publik untuk percaya terhadap rumor, sehingga publik dapat mengetahui kondisi perbankan dan jasa keuangan Indonesia saat ini.”

Selain itu, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga perlu mengedukasi masyarakat menengah bawah terkait perannya. “Kontribusi masyarakat menengah bawah ini diperlukan agar terbangun kenyamanan menabung di bank, selama bank tersebut memberikan bunga yang wajar (9,25%).”

Martin menambahkan, LPS juga harus memastikan pada saat-saat ini agar syarat-syarat pencairan dana harus dipenuhi oleh perbankan, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kekacauan dan dispute jika memang banyak bank yang collapse.

Dia menjelaskan, saat ini kinerja saham sektor perbankan dan Indeks Harga Saham Gabungan relatif masih mengalami pelemahan. Walau sempat menguat pada penutupan kemarin sebesar 1,63% untuk sector finance, setelah BPJS Ketenagakerjaan mengucurkan dananya ke pasar dan IHSG kemarin ditutup menguat tipis ke posisi 4.178,58 poin.

“Penurunan harga saham perbankan mengindikasikan ekspektasi para pelaku pasar terhadap kinerja perbankan dalam 6-9 bulan ke depan masih kurang baik.” jelas Ekonom IGICo Advisory itu.

Menurut Martin, ekspektasi kinerja perbankan turun disebabkan oleh tiga faktor, yakni:

I. Risiko kredit bermasalah,

Yang paling pertama dan paling ringan adalah kondisi ekonomi yang buruk menyebabkan risiko kredit meningkat. Saat ini rasio kredit bermasalah (rasio NPL) perbankan berada di level 2,7%, diperkirakan rasio NPL akan naik menjadi 3% sampai akhir tahun 2015. Rasio NPL industri perbankan diprediksi berada pada level 3% karena terbantu oleh kinerja bank buku I yang memiliki rasio NPL relatif bagus.

Namun, tidak sedikit bank kecil yang memiliki rasio NPL tinggi sehingga mendongkrak agregat rasio NPL berada dikisaran 3%. Risiko ini akan sangat berimbas pada bank kecil, dimana biaya kredit macet dan biaya pencadangan kredit dapat menekan profitabilitas.

II. Mark to market

Pelemahan nilai tukar Rupiah menjadi faktor penting terhadap profitabilitas perbankan, karena kurs akan menentukan harga portfolio asset perbankan. Banyak bank memiliki portfolio SUN dan obligasi baik pemerintah maupun korporasi. Imbas dari pelemahan Rupiah, harga aset dapat turun dan terefleksi pada nilai mark to market SUN dan obligasi. Dampak pelemahan kurs berkorelasi positif dengan jatuhnya harga saham dan obligasi.

III. Risiko likuiditas

Saat ini market JIBOR sudah naik 50-100 bps, hal ini mengindikasikan bahwa pasar rupiah sudah semakin ketat. Karena kekurangan likuiditas banyak bank sudah menaikkan suku bunga deposito, yang artinya terjadi peningkatan cost of fund. Peningkatan ini akan semakin mengurangi marjin perbankan karena volume kredit mengecil dan suku bunga kredit tidak dapat terlalu tinggi, namun di sisi lain bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat. Aspek likuiditas lainnya adalah banyak bank yang sudah tidak kuat mengejar bunga DPK tinggi, sementara dengan bunga yang tinggi belum tentu dapat menambah deposan. (RO/Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya