Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Soal Nilai Tukar Rupiah, Pengamat: Pemerintah Jangan Buang Badan

Irwan Saputra
28/9/2015 00:00
 Soal Nilai Tukar Rupiah, Pengamat: Pemerintah Jangan Buang Badan
(MI/Seno)
Pemerintah dalam hal ini kementerian di bidang perekonomian seharusnya bertanggungjawab terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar yang kian tergilas. Bukan hanya melimpahkan permasalahan ini hanya kepada Bank Indonesia dan membuat seolah kunci utamanya berada di tangan bank sentral itu.

Kebijakan jangka pendek dari BI memang dibutuhkan untuk membantu menarik rupiah agar tidak terus terjatuh terlalu dalam. Namun, dalam memperbaiki sentimen pasar terhadap nilai tukar, semua elemen pemerintahan saling terkait untuk berupaya menangani permasalahan yang tidak lagi sepele seperti yang selama ini diangin-anginkan.

Pengamat pasar uang Farial Anwar menyayangkan aksi dan sikap pemerintah yang seolah melempar tanggungjawab dan menekankan bahwa kebijakan BI adalah satu-satunya jalan. Hal itu terlihat dari beberapa Menteri yang menghimbau agar BI mengeluarkan kebijakan agar nilai tukar kembali membaik.

"Jadi jangan lempar tanggung jawab. Saya lihat ada beberapa dari pemerintah yang bilang itu tanggungjawab BI. Itu sesat itu," ujarnya melalui sambungan telepon, Minggu (27/9).

Ia menilai paket kebijakan yang selama ini dibuat pemerintah hanya sebatas wacana, tidak ada realisasinya. Pemerintah baru saja mengeluarkan paket kebijakan satu, namun dampak dari regulasi tersebut sangat tidak terasa di masyarakat.

"Dulu juga ada paket kebijakan, pada bulan Maret. Orang-orang sudah lupa, karena tidak ada dampaknya. yang baru ini juga, apa dampaknya?. Paket tersebut sudah sampai mana saat ini?. Coba tanya menteri-menteri itu, hapal nggak dia, kebijakan apa saja yang ada di mereka. Apalagi realisasinya," cetus Farial.

oleh karena itu, ia merasa pesimistis dengan paket kebijakan dua yang akan dikeluarkan minggu depan. Menurutnya, sebaiknya pemerintah lebih realistis untuk menerapkan paket kebijakan yang ada, jangan hanya terburu-buru untuk mengeluarkan paket yang tidak ada dampaknya.

Ia juga menghimbau sebaiknya pemerintah harus lebih menunjukkan harmonisasi saat keadaan seperti ini. Bukan malah menggembor-gemborkan ketidakakuran di depan publik.

"Saat ini kebijakan itu akan percuma. Orang tidak mau mendengarkan pemerintah, karena salah mereka sendiri. Makanya kalau ada perselisihan internal, jangan terlalu diekspose di media. Ini yang buat persepsi pasar negatif," katanya.

Farial juga menyarankan agar pemerintah lebih tegas dalam mengatur regulasi mengenai devisa eksportir yang selama ini parkir di luar negeri. Dampaknya, cadangan devisa terus menurun, sehingga saat permintaan terhadap dolar tinggi, stok tidak mencukupi.

Padahal, katanya, di luar negeri seperti Malaysia, Thailand, dan negara-negara Eropa mewajibkan para eksportirnya untuk menyimpan uang di dalam negeri. Jadi, pemerintah harus berani mengatur keharusan tersebut di dalam PP ataupun PBI.

"Hanya dua atau tiga hari, eksportir transfer ke Singapura. Singapura itu sebagai pelarian uang kita. Dan mereka nggak mau buat perjanjian ekstradisi karena dia ingin menampung uang halal, uang haram itu," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah juga bersikap tegas terhadap asing agar mereka tidak terlalu mudah keluar masuk di pasar keuangan Indonesia.

"Kita saat ini diganggu oleh larinya asing dari pasar keuangan kita, karena memang tidak ada peraturan holding period-nya. Kalau di negara lain, jika ada asing masuk beli saham, itu harus dipegang selama tiga atau enam bulan. Jadi jatuh waktunya terkontrol," pungkasnya.(Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya