Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Kementerian ATR/BPN Atur Zonasi Daerah Rawan Bencana di Palu

Yanurisa Ananta
08/11/2018 16:00
Kementerian ATR/BPN Atur Zonasi Daerah Rawan Bencana di Palu
(MI/BAYU ANGGORO )

KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah mengatur zonasi daerah rawan bencana di Palu, Sulawesi Tengah. 

Draft kedua Peta Zonasi Ruang Rawan Bencana ini masih digodok bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang Abdul Kamarzuki menjelaskan, peta Zonasi Ruang Rawan Bencana ini perlu disepakati oleh gubernur, DPRD, wali kota dan bupati daerah setempat yang terkena bencana. Dengan demikian, dapat diketahui mana zona rawan bencana, zona hijau, dan zona kuning.

"Jadi draft ini nanti akan disepakati oleh instansi terkait. Termasuk gubernur dan DPRD Provinsi, mungkin juga dengan walikota dan bupati. Sama-sama menyepakati mana zona merah, hijau dan kuning di Palu dan sekitarnya," kata Abdul di Kementerian ATR/BPN, Kamis (8/11).

Adapun dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) telah dipertimbangkan kondisi geologi, geografis wilayah, dan kemampuan lahan. Inisiasi ini sejalan dengan Undang-Undang (UU) Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007. 

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa penanggulangan bencana terdiri dari tiga tahap, yaitu pada saat pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana.

 

Baca juga: Korban Bencana Palu Terima Klaim Asuransi Rp875 Juta 

 

Kementerian ATR/BPN terlibat pada tahap prabencana dan pascabencana. Dalam prabencana, peran tata ruang dinilai sangat strategis dalam hal pengurangan risiko bencana. RTR nantinya mengatur lokasi yang aman untuk kawasan budidaya dan lokasi mana yang termasuk dalam kawasan berfungsi lindung.

"Palu, Sigi dan Donggala itu nanti kan harus merevisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) nya. Di tingkat provinsi juga harus merevisi Peraturan Daerah (Perda). Peta Zonasi Ruang Rawan Bencana ini untuk melandasi kalau mereka melakukan pembaruan, kita berikan arahan pemanfaatan ruang," jelas Abdul.

Abdul menambahkan, Perda RTRW yang ada di kabupaten Donggala, Sigi dan Palu saat ini masih berlaku hingga 2030. Namun, menurut Abdul, saat ini sudah masuk masa revisi. 

Bila menunggu waktu revisi maka akan menghambat proses rekonstruksi bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memerlukan pedoman.

Terlebih, zonasi ruang rawan bencana itu tidak muncul dalam Perda RTRW. Dalam Perda RTRW hanya ada arahan peruntukan lahan untuk perumahan, industri, perkantoran, pariwisata dan pertanian. 

Abdul menambahkan, dalam Perda RTRW Palu sudah diperingatkan bahwa ada daerah rawan gempa dan tsunami. Namun, belum termasuk potensi likuifaksi.

"Kalau nanti disepakati maka nanti masuk zona hijau yang tidak boleh ada pembangunan. berarti harus dipikirkan bagaimana hak masyarakat yang tinggal di situ." pungkas Abdul.

Selain itu, pasca bencana Palu sejumlah sertifikat tanah yang tidak berlaku lagi dan pada akhirnya menimbulkan implikasi pertanahan serta kerugian besar bagi negara. 

Ke depannya perlu dirumuskan disinsentif yang tepat. Terutama untuk lahan-lahan yang berlokasi pada kawasan rawan bencana. Adapun dalam tahap pasca bencana, sinergi tata ruang dan pertanahan benar-benar dirasakan.

"Penentuan lokasi relokasi bencana didasarkan pada rekomendasi aspek kebencanaan tata ruang dan ketersediaan data bidang tanah terdaftar”, ujar Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam Sarasehan HANTARU 2018 di Jakarta, Kamis (8/11).

Momentum HANTARU 2018 ini juga dipandang merupakan awal mula untuk terus mensinergikan development right yang selama ini diatur dalam RTR dan property right yang selama ini diatur dalam penerbitan hak atas tanah. Oleh karena itu pada tahun 2019, Kementerian ATR/BPN memberikan dana dekonsentrasi kepada 14 provinsi dalam rangka percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

“Memperlakukan ruang dan tanah sebagai aset berarti memanfaatkan setiap milimeter persegi ruang dan tanah yang berada di wilayah Indonesia secara optimal untuk kebutuhan masyarakat saat ini dan juga memberdayakan seluruh ruang dan tanah untuk menghadirkan nilai tambah demi meningkatkan kualitas hidup warga negara di masa mendatang.” lanjut Sofyan.

Harapannya akan terwujud ruang Indonesia yang aman dari bencana, yang produktif karena mendukung iklim investasi serta berkelanjutan karena memperhatikan aspek daya dukung lingkungan. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik