Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
OTORITAS Jasa Keuangan mengajukan pagu anggaran untuk 2019 naik 14,11% dari pagu anggaran tahun sebelumnya (2018), yaitu menjadi Rp5,67 triliun dari sekitar Rp4,9 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan postur anggaran tersebut dalam rapat kerja OJK dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (28/10).
Wimboh merinci, sebesar 51,43% dari anggaran yang diajukan akan digunakan untuk belanja strategis, untuk membiayai fungsi inti OJK, yaitu pengawasan, pengaturan, perizinan, edukasi dan perlindungan konsumen, serta biaya SDM untuk fungsi inti tersebut.
Adapun sebesar 36,72% untuk biaya operasional dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi utama OJK. Selanjutnya 11,84% menjadi belanja modal untuk pemenuhan sarana prasarana, termasuk gedung, infrastruktur IT, dan lainnya.
"Postur anggaran tersebut mengacu pada penerimaan pungutan dan pengeluaran OJK baik biaya dan pengeluaran infrastruktur, remunerasi SDM, capacity building, sewa gedung kantor pusat dan daerah OJK, termasuk pengembangan edukasi dan perlindungan konsumen,” ujar Wimboh.
Penerimaan OJK dari pungutan sampai September 2018 tercatat terealisasi sebesar Rp4,28 triliun atau 77,44% dari target awal. Sedangkan realisasi anggaran OJK per 25 Oktober 2018 tercatat sebesar Rp3,12 triliun atau 63% dari yang dianggarkan.
"Prognosanya Rp4,97 triliun atau perkirakan 100% dari yang dianggarkan," jelas Wimboh.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra Harry Poernomo mempertanyakan parameter kinerja OJK. Menurutnya tagline OJK yaitu mengatur, mengawasi, dan melindungi, seharusnya menjadi ukuran keberhasilan kinerja OJK. Kinerja OJK bukan dinilai dari realisasi anggaran, melainkan dari keberhasilan dalam mengatur mengawasi dan melindungi.
"Bagaimana sektor jasa keuangan di Indonesia bisa teratur, tidak ada lagi unit usaha jasa keuangan yang ilegal, tidak ada fraud, kegagalan bisnis, kegagalan bayar di asuransi, atau bank kolaps. Terpenting, tidak ada lagi masyarakat yang tertipu dari usaha bisnis jasa keuangan. Tiga itu kinerja yang seharusnya dicapai oleh OJK,” cetusnya.
Dalam masa kerja OJK yang relatif masih muda, kinerja OJK dia nilai masih jauh dari yang diharapkan.
Melihat industri fintech yang gagal, ilegal, juga di sektor gadai, ini membuat masyarakat sama sekali belum terlindungi. Banyaknya kegagalan dari bisnis asuransi , pembiayaan, lembaga IKNB, menunjukkan kinerja OJK masih perlu ditingkatkan.
"Tidak bisa mengukur keberhasilan OJK ini dari hanya realisasi anggaran. Anggaran OJK berasal dari dunia bisnis jasa keuangan. Maka menurut saya pertanggung jawabannya lebih memerlukan kedisiplinan,” tukas Harry. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved