Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
DIREKTUR Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala N Mansury meyakini Pertamina masih akan membukukan laba pada kinerja keuangan 2018. Meski dikatakannya laba kemungkinan berkurang akibat harga minyak BBM Premiun tidak naik di saat harga minyak dunia sedang tinggi.
"Tentunya berkurang, tapi kita masih akan bukukan laba sampai dengan akhir tahun. Tapi saya tidak bisa beri angka," ujar Pahala di gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (17/10).
Hal ini menyanggah riset dari Fitch Ratings yang mengatakan laba perusahaan akan tertekan dalam 12 bulan ke depan jika tidak menaikkan harga Premium.
Kendati demikian, Pahala mengakui, memang pastinya akan terjadi penurunan laba jika dibandingkan dengan tahun lalu. Tetapi, dipastikan kinerjanya masih positif.
"Insyaallah kinerjanya masih positif," pungkas Pahala.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).
Lembaga ini menyoroti maju mundur kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi 10 Oktober lalu, di mana rencana menaikkan harga Premium dibatalkan begitu saja sejam sejak diumumkan. Ini, kata Fitch Ratings, menggambarkan betapa sensitifnya isu BBM di Indonesia.
Dengan kejadian tersebut, mereka meyakini kenaikan harga bbm yang diatur pemerintah (yakni BBM subsidi maupun Premium) sulit dilakukan hingga Pemilu berlagsung di April tahun depan.
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10).
Adapun, sebagai kompensasi atas beban yang ditanggung Pertamina, pemerintah memang telah menambah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2.000/liter untuk bensin solar. Namun, masih terdapat Premium yang tidak disubsidi, tapi selisih harga jualnya masih ditanggung Pertamina karena harga dilarang naik.
Di 2017, laba perseroan tergerus hingga US$2 miliar. Di semester I 2018, Fitch mempekirakan perusahaan tergerus sebanyak US$1,2 miliar. diperkirakan masih lebih tinggi hingga semester II 2018 dengan harga rata-rata minyak dunia.
"Perseroan akan terus alami kerugian di sektor hilir akibat menjual BBM dengan harga yang jauh dari harga pasar, meski sudah dibantu dengan kenaikan alokasi subsidi diesel, kenaikan harga BBM Pertamax dan Dex Series, hingga dampak positif kenaikan harga minyak dunia terhadap bisnis hulu Pertamina," tutup Subair. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved