Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

RPP E-Commerce Diharapkan Mengakomodasi Masukan Industri

Micom
09/10/2018 10:20
RPP E-Commerce Diharapkan Mengakomodasi Masukan Industri
(Ketua Umum iDea, Ignatius Untung. Foto: Ist)

KEMENTERIAN Koordinator Bidang Perekonomian baru saja menggelar sharing session terkait dengan evaluasi satu tahun peta jalan e-commerce bersama instansi pemerintah dan pelaku industri pada Rabu (3/10) lalu.

Acara yang diadakan di Hotel Borobudur, Jakarta, itu membahas salah satu hasil roadmap, khususnya perkembangan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) e-commerce. Pembahasan RPP itu sebenarnya telah bergulir sejak 2015 silam, tetapi hingga saat ini, naskah terbarunya masih belum tersorot publik luas.

RPP ini dikabarkan sudah memasuki tahap finalisasi dan sedang menunggu pengesahan dari Presiden, tetapoli pada sharing session tersebut hanya dibagikan beberapa poin terkait pengaturan. Sebagai pihak yang terkena dampak langsung dari regulasi tersebut, para pelaku industri pun mengaku belum mendapatkan naskah terbaru RPP e-commerce.

Sebelumnya, pada 2015, Kementerian Perdagangan pernah melakukan uji publik RPP e-commerce melalui diskusi kelompok terarah (FGD) yang diikuti oleh beberapa perwakilan pelaku industri. Pada saat itu, asosiasi memberikan sejumlah masukan kepada Kemendag terkait naskah RPP yang dianggap dapat menghambat pertumbuhan industri.

"Sudah cukup lama sejak terakhir kami melihat draf RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin-poin masukan kami di FGD dahulu," ujar Ketua Umum iDea, Ignatius Untung, dalam keterangannya Senin (8/10).

Menanggapi hal ini, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag, I Gusti Ketut Astawa. mengatakan, pihaknya telah melakukan pembahasan antarkementerian setelah menerima masukan dari para pelaku industri di 2015. Namun, ia mengakui bahwa usai menerima masukan tersebut, Kemendag melakukan beberapa perubahan, walau hanya sebatas perubahan redaksional.

"Pada Mei (2018), mulailah kita bahas ulang tapi tidak mengubah. Tambahannya cuma dua poin penting. Satu terkait pemberdayaan (usaha mikro, kecil, dan menengah/UMKM) dan registrasi (penjual di marketplace). Itu saja yang berubah total, yang lainnya tidak terlalu banyak. Pembahasannya tidak substantif dan tidak mengubah banyak isi naskah," tepis Ketut.

Sementara itu, asosiasi menilai bahwa naskah RPP e-commerce seharusnya mampu mengakomodasi masukan-masukan dari pelaku industri. Untung menegaskan bahwa e-commerce telah menjadi wadah bernaungnya jutaan UKM di seluruh Indonesia.

"Jadi, seharusnya memang regulasi itu mampu menaungi para pelaku industri dan menciptakan equal playing field bagi ekosistem perdagangan online, termasuk pelaku industri, merchant, dan konsumen. Bukan sebaliknya, regulasi yang membatasi pertumbuhan industri," katanya.

Perdagangan daring di Indonesia saat ini memang memberikan potensi ekonomi makro yang signifikan. Dalam riset terbaru McKinsey berjudul 'The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia's economic development' tercatat bahwa perdagangan secara daring juga telah menciptakan empat juta lapangan pekerjaan dan diperkirakan mencapai 26 juta pada 2022.

Dalam hal kesetaraan sosial, konsumen di luar Jawa bisa mendapatkan pilihan produk yang lebih murah dan beragam lewat e-commerce, juga turut mendorong tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Usaha yang dikelola perempuan akan berkontribusi setidaknya sebesar 35% pada 2022. (RO/OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya