Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Produk Bambu dan Revitalisasi Desa ala Spedagi

Dhika Kusuma Winata
17/8/2018 18:25
Produk Bambu dan Revitalisasi Desa ala Spedagi
(Dhika Kusuma Winata)

DI perdesaan di Jawa, hamparan kebun bambu identik dengan kesan kumuh. Kebun bambu kerap diabaikan warga dan justru menjadi tempat berkubangnya sampah rumah tangga.

Bahkan, sudah jadi pengetahuan umum bahwa kebun bambu dianggap sebagai tempat yang angker karena umumnya dijadikan permakaman desa. Para pegiat di Spedagi, sebuah organisasi swadaya masyarakat di Temanggung Jawa Tengah, mengubah persepsi miring mengenai bambu tesebut.

"Bambu sebenarnya bahan berkualitas. Bambu juga punya peran secara lingkungan dan ekonomi," kata Wakil Direktur Spedagi, Fransisca Callista, ditemui di kawasan SCBD, Jakarta, Jumat (17/8).

Dalam kesempatan itu, Spedagi memamerkan beragam produk kreatif pemberdayaan masyarakat yang berasal dari Pasar Papringan, yakni pasar kaget berbasis komunitas yang digelar di kebun bambu di wilayah Temanggung.

Produk yang ditampilkan mulai dari sepeda bambu, tas anyaman, mainan anak, peralatan rumah tangga, hingga radio kayu yang sudah mendunia, Magno. Radio itu buatan desainer yang juga perintis Spedagi, Singgih Kartono.

Menurut Fransisca, pemberdayaan masyarakat memanfaatkan potensi lokal bambu itu datang dari kegelisahan akan degradasi kehidupan desa. Dia menuturkan, saat ini desa kian tidak mampu mengatasi masalah yang hadir di masyarakat. Desa makin ditinggalkan generasi muda untuk mencari peruntungan di kota.

"Padahal di desa banyak potensi alam yang bisa diberdayakan. Desa justru memberikan peluang lebih besar untuk kualitas hidup yang baik dari segi material, sosial, dan spiritual," ungkapnya.

Melalui proyek revitalisasi desa, terang Fransisca, Spedagi berupaya untuk mengubah paradigma mengenai desa. Desa, yang kerap diabaikan perlu diperhatikan secara serius agar bisa menjadi tempat yang tidak kalah menjanjikan dengan perkotaan, secara ekonomi dan sosial.

"Itu merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Inggris pun begitu. Jadi harus ada tawaran menarik agar anak-anak muda desa tidak perlu pergi ke kota," terangnya.

Spedagi menerjemahkan gerakan cinta desa dengan membuat pasar kaget bernama Pasar Papringan di Desa Kandangan, Temanggung, 2016 lalu. Pasar Papringan lalu digelar di tempat lainnya seperti di Dusun Ngadiprono.

Pasar berkonsep pasar kaget itu menawarkan berbagai produk mulai dari hasil pertanian, kerajinan berbahan bambu, hingga makanan dan minuman tradisional. Perputaran ekonomi di Pasar Papringan bisa mencapai Rp90 juta untuk satu hari. Adapun pasar digelar dua kali dalam satu bulannya.

Alat tukar yang digunakan bukanlah uang kartal melainkan kepingan bambu yang dinamai pring. Dalam bahasa Jawa, pring berarti bambu. Untuk bertransaksi, kepingan bambu harus ditukarkan terlebih dahulu dengan uang kartal. Nilai satu pring ialah Rp2.000.

Menurut perintis Spedagi, Singgih Kartono, konsep Pasar Papringan beserta penggunaan mata uang Pring ditujukan untuk membangun perspektif warga desa untuk lebih menghargai bambu. "Ini upaya untuk mengajak masyarakat kembali beraktivitas di kebun bambu. Ini adalah gerakan revitalisasi desa," ucapnya. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik