Headline

Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.

Krisis Turki tidak Perlu Ditakuti

Dhika Kusuma Winata
14/8/2018 04:35
Krisis Turki tidak Perlu Ditakuti
(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

PASAR keuangan global, yang kini bergejolak dipicu kekhawatiran merembetnya krisis sistem keuangan di Turki, tidak perlu disikapi berlebihan. Apalagi kondisi perekonomian Indonesia lebih baik ketimbang negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan tersebut.

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Bank Indonesia (BI) relatif lebih independen daripada bank sentral Turki, The Central Bank of Republic of Turkey (CBRT), yang mendapatkan intervensi dari pemerintahnya.

"Yang penting kita menjaga posisi kita bahwa bank sentral itu independen. Kedua, inflasi terkendali. Turki itu double digit inflasinya, kita kan 3%-4%. Ketiga, kestabilan makro kita relatif terjaga," kata Bambang di Jakarta, kemarin.

Mengenai indeks saham dan nilai tukar rupiah yang bergerak fluktuatif, kata Bambang, hal itu lebih disebabkan persepsi. Menurut dia, persepsi investor akan negara berkembang (emerging market) seperti Indonesia dan Turki relatif sama.

"Indonesia dan Turki dianggap sama-sama sebagai emerging market. Jadi ini ada semacam konsolidasi dari investor dalam melihat emerging market. Di Turki ada unsur intervensi pemerintah terhadap bank sentral, sementara kita relatif independen," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Selain itu, kata dia, fundamen ekonomi Indonesia relatif lebih baik jika dibandingkan dengan Turki. Hal senada juga dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia menilai dampak dari adanya kekhawatiran krisis ekonomi Turki yang berakibat penurunan mata uang lira masih sebatas persepsi.

Meski demikian, pihaknya tetap waspada dan mengikuti perkembangan yang terjadi. "Kemenkeu akan terus ber-koordinasi seperti dengan BI dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam menjaga, terutama kalau pengaruhnya terhadap sentimen," kata Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu meng-ungkapkan situasi di Turki spesifik karena tidak hanya menyangkut masalah finansial, tapi juga keamanan dan politik tingkat global.

Untuk diketahui, mata uang lira jatuh lebih dari 40% tahun ini menyusul kekhawatiran peningkatan kontrol ekonomi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan serta memburuknya hubungan dengan Amerika Serikat. Kondisi itu meme-ngaruhi pergerakan mata uang di sejumlah negara.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta kemarin pagi melemah 157 poin menjadi 14.643 dari sebelumnya 14.486 per dolar AS. Namun, Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara) mengaku tidak begitu mengkhawa-tirkan kemampuan bayar debitur perbankan, khususnya debitur importir, karena imbas negatif dari pelemahan rupiah.

Sekretaris Himbara Budi Satria menyebutkan sejak awal tahun bankir sudah meramalkan berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global. "Sejak saat itu pula bankir memitigasi risiko dengan membatasi penyaluran pinjaman berdenominasi valas," ujarnya.

Di samping itu, Budi mengklaim kepatuhan debitur untuk melakukan lindung nilai (hedging) utang valasnya sudah meningkat. Dengan begitu, risiko pembengkakan pengeluaran debitur karena selisih kurs bisa dikurangi.

(Try/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya