Pemerintah Godok Lembaga Sertifikasi Perawat Internasional
Anshar Dwi Wibowo
15/5/2015 00:00
(ANTARA/Yusran Uccang)
PEMERINTAH tengah menggodok pembentukan lembaga sertifikasi perawat berstandar internasional. Tujuannya untuk menghemat biaya pembuatan sertifikat yang selama ini masih dilakukan di Filipina serta meningkatkan daya saing tenaga perawat ditataran global.
"Kami dibantu oleh Bu Rini di Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), difasilitasi untuk membuat lembaga sertifikasi profesi perawat internasional. Supaya perawat kita bisa mendapat sertifikat internasional dan saat dikirim gajinya meningkat empat kali lipat," ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (15/5).
Nusron mengungkapkan, rencana tersebut berangkat dari kenyataan bahwa selama ini perawat yang hendak mendapatkan sertifikat internasional mesti datang ke Filipina. Pasalnya, di Asia baru ada empat negara penyelenggara uji keperawatan berlisensi internasional atau dikenal dengan national council licensure examination (NCLEX). Selain Filipina, ada Taiwan, Hong Kong, dan India.
Oleh karena itu, ia menambahkan, BNP2TKI akan bekerja sama dengan Rumah Sakit Pertamina dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pertamina untuk melaksanakan uji kompetensi. Adapun tim penilai atau assessor akan didatangkan dari Filipina.
''Tempat uji kompetensinya di Indonesia, lembaga sertifikasinya di Indonesia, dan kemudian assessornya dari Filipina didatangkan ke sini,'' katanya.
Nusron mengatakan, program ini digulirkan untuk mengurangi pengirimanan penata laksana rumah tangga (PLRT) dengan mengalihkan ke sektor keperawatan serta pariwisata dan perhotelan. Pun, ia menambahkan, upaya tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga perawat di sejumlah negara Timur Tengah, Eropa, dan Australia yang cukup besar.
Menurutnya, permintaan tenaga perawat di Timur Tengah sekitar 15 ribu setahun. Hal tersebut sepatutnya bisa dipenuhi oleh Indonesia yang surplus 18 ribu tenaga perawat.
''Boro-boro memenuhi, perawat kita yang ada di luar saja terancam dipulangkan karena tidak mempunyai international certificate itu. Nah kita mendorong supaya ada sertifikat itu,'' ucapnya.
Pengiriman tenaga perawat juga barang tentu meningkatkan devisa negara. Nusron membandingkan, gaji PLRT maksimal sekitar US$500 sementara perawat bersertifikat sekitar US$1.000 sedangkan perawat bersertifikat internasional sekitar US$3.000-US$4.000.
Adapun terkait moratorium PLRT, Nusron mengatakan, pihaknya tengah menerapkan strategi untuk melati para PLRT yang umumnya hanya berpendidikan SD (sekolah dasar) dan SMP (sekolah menengah pertama). Tenaga kerja tersebut ditingkatkan kemampuannya dengan menggunakan dana fungsi pendidikan berkonsep sekolah menengah kejuruan (SMK) mini.
Proyek percontohannya sudah ada di 300 wilayah di Jawa Timur. Masing-masing wilayah bisa menampung 90 orang.
"Maksudnya, kurikulum SMK yang selama ini untuk tiga tahun diperas. Yang tidak pokok dibuang seperti olahraga, kesenian, agama Islam, PMP, diambil yang skillnya saja untuk 6-8 bulan," katanya.(Q-1)