PEMERINTAH bersama Badan Teknologi Nuklir Nasional sedang berusaha menggiatkan penggunaan nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik. Batan mengatakan potensi Pembangkit Nuklir mencapai 53 ribu MW dari seluruh wilayah Indonesia.
"Dari Bangka saja kita teliti sudah sampai 10 ribu MW, belum yang di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Papua," ujar Kepala Batan, Djarot S Wisnubroto, dalam diskusi dengan tema 'PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) yang aman dan efisien untuk mengatasi krisis listrik' di Restoran Bumbu Desa, Jakarta, Minggu (12/4). Menurut dia potensi tersebut masih tidak diiringi dengan kepercayaan masyarakat.
Meski sudah memiliki reaktor mini untuk penelitian di Bandung dan Yogyakarat dan akan ada lagi di Serpong, masyarakat diakui Djarot masih belum memiliki kepercayaan. Terlebih lagi pada limbah yang dihasilkan oleh PLTN atau akibat kebocoran reaktor yang bisa menimbulkan bencana seperti Chernobyl di Rusia atau kebocoran di Fukushima, Jepang.
"Limbah yang dihasilkan taruhlah pakai parameter 1.000 MW per tahun dihasilkan 300 meter kb limbah yang tinggi dan rendah," tambah Djarot. Limbah tinggi dikatakannya mengandung uranium dan plutonium dan pemerintah bisa memanfaatkannya kembali atau mengembalikan ke penjual uranium.
Jika untuk dimanfaatkan kembali pemerintah perlu menyediakan tempat pembuangan akhir. Jadi sisi positifnya pemerintah bisa tidak mengurus limbah tapi sisi negatifnya pemerintah punya kesempatan untuk mengolah kembali uranium tapi tidak bisa dilakukan bila dikembalikan.
Diasumsikan dari 200 ton uranium yang digunakan untuk menghasilkan 1.000 MW pertahun, 70% hingga 90% uranium yang dimasukkan ke reaktor tidak bereaksi. "Dia tetap utuh didalamnya," tambahnya.
Namun ada hal lain yang perlu diwaspadai adalah plutonium yang juga masih ada. Plutonium berpotensi menjadi senjata penghancur massal.
Dengan adanya plutonium jika Indonesia tidak melakukan politik bebas aktif dan menandatangani komitmen anti senjata nuklir maka Indonesia akan menjadi pusat perhatian. Banyak negara yang akan mengawasi Indonesia terkait hal itu.
"Dari sisi teknologi, Indonesia sudah memiliki teknologi, tapi memang sumber daya manusia semakin menua," papar Djarot. Akan tetapi dia mengapresiasi usaha Kementerian Riset dan Teknologi yang sudah mengirimkan generasi muda belajar di luar negeri dan diprediksi akan siap dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang.
Djarot juga memprediksi Indonesia bisa menekan harga listrik jika PLTN sudah terbangun massal. Dia memperkirakan sekitar 50 PLTN bisa membantu mengurangi tarif listrik.
Menteri Riset dan Teknologi, Muhammad Nasir mengatakan antara 10 hingga 20 orang generasi Indonesia sudah diberdayakan oleh badan nuklir di luar negeri seperti Kanada. Untuk Batan sendiri 15 orang lulusan teknik nuklir dari universitas nasional diterima.
Nasir juga menjelaskan untuk limbah nuklir dia meyakini Batan sudah memiliki kajian tentang itu dari reaktor mini tempat penelitian mereka. Masalah mahalnya biaya investasi dia juga mengatakan telah kebanyakan investasi dibiayai asing sehingga tidak mengeluarkan anggaran lebih.
"Kalau untuk distribusi, uranium itu sama seperti batu lain, tidak berbahaya bila belum direaksikan, jadi aman," jelasnya. Dia berharap dalam waktu sesegera mungkin Indonesia bisa membangun PLTN. (Q-1)