Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Dumping PET Dinilai akan Picu Kenaikan Harga Produk Hilir

Antara
25/4/2018 22:35
Dumping PET Dinilai akan Picu Kenaikan Harga Produk Hilir
EKONOM Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira(Ist)

EKONOM Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan bea masuk anti-dumping (BMAD) untuk polietilena tereftalat (PET) perlu pertimbangan matang, karena akan berpengaruh pada harga produk di tangan konsumen.

Menurut dia, adanya BMAD akan menambah beban biaya produksi makanan dan minuman jadi lebih mahal.

"BMAD ini kontraproduktif dengan rencana pemerintah menaikkan angka konsumsi masyarakat. Padahal, saat ini konsumsi masyarakat masih dalam tahap pemulihan," kata Bhima di Jakarta, Rabu (25/4).

Bhima menjelaskan, penerapan BMAD memang akan menekan angka produk impor plastik, terutama dari China dan akan menstimulus plastik lokal. Namun, pemakaian bahan baku plastik lokal dinilai tidak kompetitif dari segi harga.

"Saat ini, kondisi produsen plastik memang tertekan. Pada 2017 misalnya pertumbuhan industri plastik, karet dan barang dari karet hanya 2,47% (year on year), bahkan sempat negatif -1,03% di Triwulan II," ujarnya.

Kendati demikian, pemerintah juga perlu pertimbangkan nasib industri makanan minuman yang jadi salah satu penopang utama sektor manufaktur. Di saat manufaktur hanya tumbuh 4,24% ternyata industri makanan minuman bisa mencatat pertumbuhan 9,23%.

"Pemerintah juga kan ingin dorong pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Serapan tenaga kerja dari sektor makanan minuman cukup besar. Maka harus ada pertimbangan matang," kata Bhima.

Dia menyebut, pemerintah harus memberikan solusi yang baik dalam jangka panjang. Tidak hanya mempertimbangkan aspek pelaku industri, tapi dari pajak sampai kepada konsumen. Jika konsumsi turun, lanjut Bhima, maka pajak dari sektor makanan dan minuman dipastikan merosot.

"Jalan tengahnya perlu mendengar dari sisi pelaku industri dan dihitung dampaknya baik ke konsumen, industri dan penerimaan pajak. Dari kacamata konsumen sebaiknya tidak dijalankan. Konsumen yang penting harga barang tidak naik," ujar Bhima.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan, sektor ritel pada tahun lalu masih mengalami pelemahan.

Bahkan, Lebaran yang diprediksi bisa memberi keuntungan besar, ternyata hanya menopang 25% terhadap total penjualan selama setahun. Alhasil, kinerja sektor ritel sepanjang tahun lalu turun menjadi sekitar 3,6%.

"Ini  jauh dari estimasi sebelumnya yang dipatok  sebesar 8-9%," katanya.

Roy menyebut, 2018 adalah tahun pengharapan bagi industri ritel. Sebab, banyak kalangan pengusaha dari sektor ini mematok target penjualan dan bisa kembali  normal seiring dengan pesta demokrasi dan perbaikan pada investasi berbasis padat karya.

"Diharapkan adanya investasi berbasis padat karya sehingga mampu mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Sehingga semakin banyak tenaga kerja terserap, semakin tinggi angka konsumsi masyarakat. Dampaknya kepada produktivitas masyarakat sehingga konsumsi kembali normal. Bukan sebaliknya,” kata Roy. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik