Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

BI Mulai Waspadai Kenaikan Suku Bunga

Fetry Wuryasti
03/4/2018 10:03
BI Mulai Waspadai Kenaikan Suku Bunga
(ANTARA/Yudhi Mahatma)

BANK Indonesia (BI) memprediksi lebih banyak lagi negara yang menaikkan suku bunga bank sentral mereka pada tahun ini. Oleh karena itu, BI mulai mewaspadai kenaikan suku bunga di negara-negara maju dan sekitar kawasan.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyampaikan beberapa negara yang sudah terpantau turut menaikkan suku bunga acuan mereka akibat Amerika Serikat (AS) menaikkan Fed fund rate antara lain Inggris, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, dan Australia.

Kanada, sepanjang 2017 saja, tercatat menaikkan dua kali suku bunga bank sentral mereka dari 0,5% menjadi 0,75% pada Juli, kemudian September naik lagi menjadi 1%, serta Janu­ari 2018 menjadi 1,25%. Kanada baru menahan suku bunga mereka di Maret 2018.

Inggris, lanjut dia, juga ikut menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin pada September 2017 dari 0,25% menjadi 0,5%. Begitu pula Korea Selatan yang suku bunga acuannya naik dari 1,25% menjadi 1,5% pada September 2017, juga Malaysia pada Januari 2018 dari 3% menjadi 3,25%.

“Perkiraan kami pada 2018 ini, jika dibandingkan dengan 2017, yang menaikkan suku bunga akan lebih banyak. AS jelas menaikkan suku bunga sebanyak enam kali, Inggris juga menaikkan suku ­bunga sekali di 2017 dan kemungkin-an akan naik sekali lagi. Suku bunga Kanada pun naik beberapa kali, dan diperkirakan masih akan naik suku bunga bank sentral Kanada pada April 2018,” ungkap Mirza kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan kenaikan suku bunga di negara-negara maju karena mereka menjaga bubble (gelembung) inflasi. Rata-rata negara maju sebelumnya berusaha menaikkan inflasi mereka dengan mendorong daya beli. Ketika daya beli sudah mencapai target inflasi, suku bunga dinaikkan untuk mengendalikan agar inflasi tidak berlebih.

Jaga angka makro
Mirza menambahkan pada tahun ini inflasi di Indonesia masih terjaga pada angka 3,5% plus minus 1. Begitu pula tahun lalu saat inflasi berada di 4,5% plus minus 1%, ­Indonesia berhasil menjaga di batas bawah target inflasi yakni 3%-3,6%.

Menurut dia, dengan kenaik­an suku bunga bank sentral negara lain, akan ada risiko pembalikan modal. Namun, yang penting, menurut Mirza, Indonesia harus bisa menjaga angka makro dengan baik, seperti inflasi dan pengen­dalian transaksi berjalan yang defisit.

“Kalau suku bunga di luar negeri naik, bukan berarti BI turut menaikkan suku bunga. Terbukti, ketika AS dan negara-negara lain menaikkan suku bunga, BI tidak perlu ikut menaikkan (suku bunga). Sekarang tinggal bank harus optimistis menyuplai kredit memanfaatkan rasio LTV (loan-to-value) serta teman-teman sektor riil harus optimistis mewujudkannya,” tukas ­Mirza.

Sebelumnya, Direktur ­Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menyoroti agar BI mampu memecahkan masalah transmisi kebijakan moneter.

“Masalahnya sekarang ada di transmisi. Jangankan saat naik suku bunganya, ketika turun saja lambat (transmisi-nya),” ungkap Faisal seperti dikutip dari Antara.

Transmisi kebijakan moneter kerap diartikan sebagai mekanisme perubahan suku bunga acuan sampai meme-ngaruhi inflasi. Hal itu terjadi melalui interaksi antara BI, perbankan, sektor keuangan, dan sektor riil. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya