Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Bank Sentral Harus Rajin Berkomunikasi

Erandhi Hutomo Saputra
27/3/2018 06:30
Bank Sentral Harus Rajin Berkomunikasi
(MI/Adam Dwi)

DAMPAK kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut.

Bank Indonesia (BI) sebagai punggawa penjaga nilai tukar rupiah perlu rajin berkomunikasi untuk menyuarakan bahwa gejolak terjadi bukan karena persoalan fundamental ekonomi Indonesia.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menilai BI juga perlu meningkatkan komunikasi dengan para perusahaan yang memiliki kebutuhan terhadap dolar AS cukup besar seperti Perta-mina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Komunikasi terhadap yang melakukan permintaan valuta asing terbesar yaitu BUMN. Yang paling besar itu kan PLN dan Pertamina," ujar Enny di Jakarta, kemarin.

Selain mengintensifkan komunikasi, Enny berpendapat BI juga bisa langsung melakukan pendekatan kepada PLN dan Pertamina jika memang membutuhkan dolar AS daripada melakukan operasi pasar yang bisa jatuh ke tangan spekulan.

Upaya itu, menurutnya, tidak menyalahi independensi BI terhadap pemerintah karena BUMN bergerak atas nama negara, sedangkan BI terikat untuk menjaga stabilitas keuangan negara. "Kalau PLN dan Pertamina membutuhkan untuk kepentingan negara, dia langsung saja ke BI, bukan ke pasar," tandasnya.

Sensitivitas ke APBN

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pelemahan rupiah tidak bisa disimpulkan dalam jangka pendek. Pemerintah telah menghitung asumsi APBN 2018 untuk periode 12 bulan.

Menurutnya, belum ada yang bisa menjamin sampai kapan tren pelemahan rupiah akan berlangsung, mengingat di awal tahun rupiah cenderung bergerak stabil.

"Ini (rupiah) agak terdepresiasi di bulan ketiga. Kita enggak tahu (pergerakan rupiah) pada bulan 4, 5, atau 6. Jadi mekanismenya ini masuk pemantauan pemerintah. Tapi kita tetap hitung sampai 12 bulan," ujar Askolani seusai mengikuti rapat koordinasi di Kementerian Keuangan.

Seperti diketahui, asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN 2018 dipatok 13.400 per dolar AS. Sepanjang pekan kemarin, rupiah sempat melemah di level 13.794. Perdagangan rupiah kemarin dibuka di 13.776.

Berdasarkan Nota Keuangan 2018, sensitivitas APBN terhadap kenaikan asumsi makro nilai tukar sebesar Rp100 per dolar AS berdampak positif dengan surplus sekitar Rp 1,7 triliun.

Itu tecermin dari pendapatan negara yang naik sekitar Rp3,8 triliun-Rp5,1 triliun. Terhadap belanja negara, pelemahan nilai tukar Rp100 per dolar AS akan meningkatkan belanja negara sekitar Rp2,2 triliun-Rp3,4 triliun.

Pada aspek pembiayaan, fluktuasi nilai tukar rupiah memiliki sensitivitas sekitar Rp0,1 triliun-Rp0,2 triliun, dengan menyasar pinjaman luar negeri yang meliputi pinjaman program maupun pinjaman proyek.

"Pada bulan Juli atau saat laporan semester, nanti akan kelihatan indikasi enam bulan itu berapa. Dari situ kita bisa hitung berapa persisnya bila disetahunkan," tandas Askolani.

(Tes/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya