Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) tengah mengevaluasi Peraturan OJK No 77/2016 mengenai industri teknologi finansial (fintech) peer to peer lending untuk melihat sejauh mana keakuratan sasaran dari tujuan pembiayaan nonformal tersebut.
Dalam evaluasi itu, OJK juga mempertimbangkan untuk mengeluarkan aturan baru tentang suku bunga pinjaman dan jumlah pinjaman atau batas maksimum pinjaman yang bisa diorganisasi lembaga peer to peer lending.
"Kami evaluasi peer to peer lending yang tujuan awalnya memberdayakan masyarakat ekonomi kecil agar mendapat pembiayaan secara lebih cepat. Dalam waktu dekat kami akan atur lagi," ujar Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan OJK Eko Ariantoro di sela penyaluran KUR untuk mitra Go-Jek bersama BNI di Jakarta, kemarin.
OJK berpendapat memang tidak semuanya lembaga peer to peer lending menerapkan bunga yang tinggi. Di sisi lain, lembaga keuangan nonformal itu tak bisa disetarakan dengan lembaga keuangan konvensional yaitu bank.
"Benchmark-nya nanti best practice di masyarakat itu sendiri. Bunga di bisnis fintech tentu tidak bisa disamakan dengan perbankan. Ini bisnis berteknologi. Tentu ada biaya yang lebih tinggi. Tapi bunga 10% pada peer to peer lending tidak sama dengan 10% yang berlaku di bisnis-bisnis konvensional," tutur Eko.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan penyempurnaan aturan untuk menertibkan industri fintech agar transparan dan mempermudah pengelolaan risiko dari bisnis layanan pinjam meminjam. "OJK sedang mengatur konsepnya agar industri ini lebih transparan dan pemberi dana bisa meng-ukur risiko," katanya seperti dikutip dari Antara.
Dengan pengelolaan dan transparansi yang lebih baik, tidak ada lagi persoalan bunga tinggi yang bisa menjadi faktor penghambat berkembangnya industri fintech.
"Kalau misal nanti fintech berkembang dan yang meminjamkan dana makin banyak, peminat juga makin bertambah. Maka, perkembangan industri ini akan makin alami dan lama-lama cost-nya turun," katanya.
Ia berharap penyempurnaan peraturan ini selesai paling lambat pada semester I-2018 agar tata kelola dan mitigasi risiko dari industri fintech dapat lebih baik.
Segera registrasi
Pada kesempatan itu, Nurhaida menambahkan saat ini baru 36 pelaku fintech yang terdaftar di OJK dan 42 pelaku fintech sedang dalam proses pendaftaran. "Fintech yang peer-to-peer lending, yang sudah terdaftar ada 36, tapi baru satu yang sudah berizin," kata Nurhaida.
Ia berharap pelaku industri fintech yang belum mendaftar ke OJK segera registrasi agar pemantauan dan fasilitasi terhadap bisnis layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi finansial bisa dilakukan.
"Yang belum mendaftar mungkin ada 170-an, tapi ini berkembang terus."
(E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved