Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Jangan Cuma Jadi Tuan Rumah Saja di IMF-WB

Tesa Oktiana Surbakti
12/3/2018 20:24
Jangan Cuma Jadi Tuan Rumah Saja di IMF-WB
(Ist)

TERPILIHNYA Indonesia sebagai tuan rumah International Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) Annual Meetings 2018, disebut sebagai kesempatan emas.

Indonesia jangan sekadar terpaku pada kesiapan penyelenggaran, tapi harus memanfaatkan momentum untuk mengungkit capaian ekonomi nasional di mata dunia.

"Manfaatkan pertemuan ini bukan hanya untuk memberikan services yang baik. Justru Indonesia harus bisa me-leverage ekonomi nasional di mata dunia. Termasuk persoalan yang dihadapi, misalnya isu kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang di-banned Eropa. Bagaimana kita menyuarakan dalam forum," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga dalam Forum Group Discussion (FGD) di Kantor Media Group, Senin (12/3).

Dengan jumlah peserta mencapai lebih dari 15 ribu orang dari 189 negara, pertemuan akbar yang berlokasi di Nusa Dua, Bali, diyakini membawa dampak pengganda (multiplier effect), khususnya terhadap sektor pariwisata.

Eriko mengingatkan pemerintah harus lebih serius menyiapkan destinasi wisata selain Bali untuk mengakomodasi ribuan delegasi. Dalam hal ini harus ada pembahasan detil mengenai akses infrastruktur, akomodasi hingga moda transportasi.

Urgensi kesiapan destinasi pariwisata turut diamini Sekretaris Tim Kelompok Kerja IMF-WB Annual Meetings 2018 dari Kementerian Keuangan Adi Budiarso. Anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk penyelenggaran pertemuan tahunan pada Oktober mendatang berkisar lebih dari Rp 800 miliar.

Alokasi penggunaan anggaran salah satunya untuk menyiapkan kantor bagi delegasi 189 negara di area hotel sekitar Nusa Dua. Nantinya para delegasi akan menyewa kantor yang menjadi sumber pemasukan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Jadi para delegasi akan menyewa kantor yang kita buat. Pemasukannya melalui PNBP. Nanti barang-barang perlengkapan kantor yang sudah tidak dipakai, akan dihibahkan. Kita sedang men-develop bagaimana mekanisme hibahnya. Bisa untuk perguruan tinggi yang membutuhkan," imbuh Adi dalam kesempatan yang sama.

Ekonom INDEF Enny Sri Hartati pun mengingatkan pemerintah menjalankan mandat untuk membawa kepentingan nasional dalam forum bertaraf internasional. Hal ini tidak lepas dari peranan suara (share voting) Indonesia dalam IMF yang relatif kecil, yakni sekitar 0,59%.

Rendahnya share voting bisa menjadi penghambat keputusan kebijakan yang disuarakan Indonesia. Dengan mayoritas hak suara berasal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Indonesia dapat memaksimalkan peranan untuk menggandeng negara di selatan-selatan atau kawasan Asia Timur.

"Pemilik saham terbesar di IMF kan negara-negara maju. Jadi apakah Indonesia mampu menyatakan aspirasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan nasional. Sebut saja kekhawatiran terhadap perang dagang. Kita harus bisa menggiring arah kebijakan yang impactful," tandas Enny.

Menanggapi kekhawatiran voting share Indonesia dalam lingkup IMF yang relatif rendah, kembali ditegaskan Adi Budiarso bahwa posisi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Development Committe (DC) Chair World Bank dapat memperkuat peranan Indonesia.

Sebagai informasi, DC beranggotakan 24 Menteri Keuangan yang bertugas memberikan masukan kepada Dewan Gubernur IMF-WB terkait isu perkembangan ekonomi global, termasuk negara berkembang.

"Dengan Ibu Menteri Keuangan menjadi DC Chair yang merupakan pertemuan tertinggi di World Bank, itu artinya beliau dapat berperan menjadi penentu kebijakan. Terutama terkait pertemuan tahunan IMF-WB. Secara konstruktif membangun kebijakan di tingkat global, dan juga aspiratif terhadap kebutuhan Indonesia dan negara berkembang pada khsususnya," tukas Adi. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya