Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
OTORITAS keuangan Indonesia hendaknya tidak terburu-buru menaikkan suku bunga di tengah gencarnya Amerika Serikat melakukan berbagai kebijakan.
AS belakangan melakukan serangkaian kebijakan yang mendorong kekuatan ekonomi negara dari dalam negeri. Akibatnya, negara-negara maju di sekitarnya pun turut berancang-ancang memproteksi diri sendiri, dengan mulai menaikkan suku bunga.
Namun direktur eksekutif sekaligus ekonom senior ASEAN dan India UBS Investment Research Edward Teather melihat, Indonesia tidak perlu terburu-buru 'latah' turut menaikkan suku bunga.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 akan didorong oleh investasi dan konsumsi, yang selama beberapa tahun terakhir agak melemah. Pihaknya memproyeksi pertumbuhan ekonomi akan berada pada 5,5%, lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sebesar 5,3%.
"Tidak perlu terburu-buru Bank Indonesia mengikuti dengan kenaikan suku bunga. Di saat prospek kenaikan suku bunga The Fed 4 kali, rupiah masih akan berpeluang menguat setelah melemah akhir-akhir ini," ujarnya dalam UBS Indonesia Conference, di Jakarta, Senin (5/3).
Alasannya, melihat Tiongkok di mana ekonominya diprediksi antiklimaks atau melambat pada 2018, yang diakibatkan tidak tercapainya target pasar properti yang akan tumbuh moderat di 2018. Ini terlihat pada tren yang dari penjualan yang yang mulai lebih rendah daripada produk yang ditawarkan.
"Pelambatan pasar properti Tiongkok di 2018 akan menyeret perekonomiannya, serta memengaruhi pasar komoditas dalam hal coal dan CPO. Namun keuntungan yang sehat bagi produsen batu bara Indonesia masih bisa dipertahankan," terang Teather.
Sementara melihat pelemahan rupiah, dengan optimistis mereka memprediksi selanjutnya dolar yang akan melemah sampai pada batas level Rp13.000.
Sebab meski dolar masih terlihat menguat terhadap rupiah, reformasi pajak membuat masalah defisit kembar terjadi, yaitu defisit neraca pembayaran dan defisit fiskal AS yang semakin besar. Ini yang kemudian akan melemahkan dollar.
Di Indonesia, beberapa potensi kenaikan harga yang memicu inflasi akan ditekan oleh pemerintah, dan defisit bisa ditahan di 2,57% pada 2017.
"Dolar AS akan melemah menjadi 1,4 per euro, sehingga seharusnya rupiah menguat karena fundamental ekonomi dalam kondisi stabil, terutama dunia melihat inflasi Indonesia dalam rezim rendah. Investasi di Indonesia, juga kami perkirakan meningkat sebesar 6%-7%, khususnya ke sektor riil karena didukung oleh kenaikan harga komoditas ekspor," tukas Teather. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved