Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
KEPALA Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, pada rapat dewan gubernur berikutnya di 21-22 Maret, kemungkinan di AS juga akan ada keputusan mengenai kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate).
Ini akan membuat arah kebijakan berbagai negara mengetat di 2018. Kemungkinan pula, suku bunga acuan akan naik sebanyak 4 kali, dari sebelumnya hanya di kuartal pertama, kedua dan keempat, kenaikan turut masuk di kuartal ketiga 2018.
Dengan demikian, di Indonesia, diakui Dody, ruang untuk penurunan suku bunga sudah semakin kecil. Sebab, kenaikan suku bunga The Fed berakibat selisih suku bunga antara negara maju dan berkembang semakin tipis.
Apalagi bila kenaikan suku bunga AS menjadi 4 kali pasar, lanjut Dody, belum mengkalkulasi ke sana. Dikhawatirkan yang terjadi adalah guncangan global. Indonesia tidak akan melawan pasar. Dia yakini, Indonesia akan masuk perlahan beradaptasi, namun memberi sinyal ke pasar global bahwa tidak menghendaki kenaikan suku bunga ini.
Kenaikan suku bunga tentu akan berpengaruh kepada yield atau imbal hasil terhadap surat utang pemerintah atau US Treasury yang naik, seiring positifnya gambaran ekonomi AS. Ini telah terlihat dengan menguatnya dolar AS.
Akibatnya di Indonesia nilai Rupiah dan harga komoditi turun. Rupiah tercatat melemah sampai pada level Rp13.751 pada penutupan perdagangan pekan kemarin (2/3). Meski demikian pelemahan ini masih masuk ekspektasi dan target BI.
Pelemahan ini tidak akan membuat aliran modal keluar secara permanen. Meski dari AS investor melihat akan mendapat suku bunga yang lebih baik, namun Indonesia untuk proyeksi ke jangka depan cerah dalam growth differensial atau prospek ekonomi PDB Indonesia.
"Dalam asesmen kami, melihat pelemahan ini masih temporer. Harapannya angka Rp13.700 nilai tukar harapannya bisa kembali ke Rp13.300," ujarnya di kelas Ekonomi Politik Indef, Sabtu (3/2).
Akan sangat penting, papar Dody, di tahun ini Bank Indonesia menjaga nilai tukar, terutama fluktuasi atau volatilitas dari rupiah untuk menjaga ekspektasi pasar. Psikologi kurs menjadi batas dan BI hanya menjaga bila volatilitas rupiah terjadi besar. Sedangkan sisanya ada di tangan pasar
Pelemahan rupiah ini tak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia yang sesungguhnya. Karena itu, dia menilai koreksi rupiah hanya sementara.
Maka untuk meningkatkan growth differensial , Indonesia harus mendorong pertumbuhan melalui reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan.
Yang mungkin dilakukan BI bila kenaikan suku bunga tidak sesuai ekspektasi, mereka melakukan kerja sama dengan regional dan mengintervensi dengan menjaga pasokan valas.
Sementara ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, salah satu intervensi menjaga agar menjaga rupiah tanpa menggerus devisa yaitu dengan meningkatkan kinerja ekspor dan investasi.
Namun ia mengakui, dukungan ini belum optimal untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi, dan belum bisa mengambil momentum pertumbuhan ekonomi global.
"Dorong investasi dan ekspor tentu harus memperkuat industri, yang disertai penyerapan tenaga kerja. Namun sektor industri hanya tumbuh 4,27% padahal kontribusi 20,16% per Februari 2018. Sedangkan untuk kredit investasi hanya tumbuh 4,64% atau setengah dari kredit konsumsi yang 10% dan bawah dari kredit modal kerja yang sebesar 8,15%. Pertumbuhan ekonomi 5% beberapa tahun ke depan akan terjadi kalau investasi tidak banyak berubah," tukas Eko. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved