Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
BANK Indonesia (BI) menyampaikan pergerakan nilai tukar rupiah yang kemarin sempat menyentuh Rp13.800 per dolar AS sudah tidak sesuai fundamental perekonomian.
Bank Sentral pun mengaku telah melakukan intervensi pasar kemarin (Kamis, 1/3/2018) pagi sehingga membuat kurs rupiah sedikit menguat di perdagangan siang harinya.
Kemarin pagi, menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang diumumkan BI, menunjukkan kurs rupiah 13.793 per dolar AS, melemah 86 poin dibandingkan Rabu (28/2) sebesar Rp13.707/per dolar AS.
Pergerakan nilai tukar rupiah bahkan sempat menyentuh 13.800 per dolar AS. Setelah ada intervensi oleh Bank Sentral, pada perdagangan siang hari nilai tukar rupiah bergerak di kisaran 13.755 per dolar AS. Pada penutupan sore harinya, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta mencapai 13.761 per dolar AS.
Angka 13.800 per dolar AS merupakan level terendah sejak Juni 2016, atau dalam 20 bulan terakhir. Adapun sepanjang tahun berjalan sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, volatilitas rupiah mencapai 8,3%.
“Angka 13.800 per dolar AS berlebihan jika melihat perbaikan kondisi ekonomi domestik. Seperti, inflasi membaik, neraca pembayaran surplus, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jadi seharusnya rupiah bisa lebih kuat. Artinya, pelemahan tadi lantaran faktor global,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi, di Jakarta, kemarin.
Sebagaimana dikutip dari Antara, Doddy menyampaikan pelemahan rupiah, di antaranya, karena dua faktor yakni pertama data perbaikan ekonomi AS dan pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di depan Kongres AS yang mengindikasikan ekonomi AS ke depan akan membaik dan inflasi akan naik. Sebagai antisipasi mencegah overheating ekonomi, pemerintah AS pun berencana menaikkan suku bunga acuan atau fed fund rate (FFR).
Namun, menurut Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo, pelemahan rupiah tidak akan terlalu dalam mengingat kondisi ekonomi domestik yang membaik, terutama karena sasaran inflasi yang terjaga pada jangkar Bank Sentral serta proyeksi pertumbuhan yang lebih baik pada tahun ini.
“Tidak ada alasan rupiah melemah jika melihat faktor domestik,” ujar Budi.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan pelaku pasar menerjemahkan pidato Powell di depan Kongres AS tersebut sebagai sikap yang hawkish. “Sikap yang hawkish The Fed itu kemudian direspons pelaku pasar dengan melepas sebagian aset pada mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga rupiah mengalami tekanan,” tuturnya.
Bunga acuan naik
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Yohannes Santoso Wibowo menyampaikan akibat rencana pemerintah AS yang berencana menaikkan suku bunga acuan atau FFR, ada kemungkinan suku bunga acuan Bank Indonesia atau Seven Days Repo Rate akan dinaikkan.
Jika tidak, yield dari surat berharga Indonesia akan turun dan itu akan terjadi capital outflow ke Amerika Serikat. Kecuali, inflasi bisa tetap rendah, mungkin Indonesia tidak perlu menaikkan suku bunga acuan.
“Kalau inflasi juga sulit untuk tidak merangkak naik, tentu salah satunya jalan ialah menaikkan seven days repo rate,” ungkap Yohannes saat media briefing Bronis (Ngobrol Manis) di Jakarta, kemarin. (Try/E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved