Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Jakarta, Paris, Becak, dan Banjir

(Adiyanto/E-1)
06/2/2018 05:16
Jakarta, Paris, Becak, dan Banjir
(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

DI penghujung Januari lalu, Sungai Seine di pusat Kota Paris, Prancis, meluap. Ketinggian air hingga mencapai 5,8 meter. Louvre dan Muse d'Orsay, dua museum terkenal yang terletak di tepi sungai itu, tergenang sehingga terpaksa ditutup. Selain melahap permukiman, banjir juga mengganggu perjalanan kereta api dan memengaruhi bisnis. Majalah The Economist dalam situsnya pekan lalu menulis peristiwa itu merupakan yang terparah sejak pertengahan 2016. Para ahli dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) menghitung banjir yang terjadi di Paris pada 2016 menimbulkan kerugian lebih dari 1 miliar euro.

Paris, kota yang tiap tahun dikunjungi jutaan turis, sejatinya jarang tergenang. Menurut majalah tersebut, banjir paling parah terjadi di kota itu pada Januari 1910 silam. Ketika itu, air di Sungai Seine naik hingga 8,6 meter. Butuh waktu hingga Maret sampai airnya benar-benar surut. Menurut para ahli, Paris cukup tangguh menghadapi banjir dan hanya 1% kemungkinan untuk terendam karena curah hujan yang deras. Akan tetapi, intervensi manusia juga bisa menjadi masalah. Pembangunan underpass dan terowongan kereta api, kata mereka, telah memindahkan air ke seluruh kota.

Badan Lingkungan Eropa (EEA) pada 2012 mengidentifikasi, akibat perubahan iklim, sekitar 20% kota besar di Eropa yang memiliki risiko khusus (sekitar 40% atau lebih dari wilayah mereka berada dekat sungai) berpotensi terendam, terutama di Belanda, Kroasia, Slovenia, Yunani, dan Finlandia. Paris, dengan ukuran ini, terbilang tangguh. Otoritas kota juga semakin aktif meningkatkan kesadaran akan bahaya banjir. Salah satu contohnya ialah proyek La Basse di hulu, yakni pengalihan air banjir ke dalam lubang kerikil dan rawa. Menurut OECD, pekerjaan tersebut akan dimulai pada 2021.

Lantas, bagaimana dengan Jakarta yang langganan banjir dan berapa kerugian yang dialami kota ini lantaran air yang tak diundang? Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana banjir Jakarta pada Januari-Februari 2013 mencapai Rp7,5 triliun. Pada periode yang sama di tahun berikutnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta mencatat kerugian ditaksir sebesar Rp5 triliun. Jumlah itu termasuk yang dialami pedagang kelontong, pemilik kios, dan sebagainya.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta awal Februari lalu, mantan Menteri Lingkung-an Hidup yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Emil Salim, mengingatkan pemerintah mesti fokus pada persoalan fundamental Jakarta, seperti krisis air tanah dan banjir, jika tak ingin kota itu tenggelam.

Jakarta memang bukan Paris. Meski demikian, berkaca pada awan mendung yang kerap bergayut di Ibu Kota dalam beberapa hari terakhir dan potensi kerugian akibat banjir, saya kira mempercepat proyek sodetan Ciliwung lebih mendesak ketimbang mengurusi becak.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya