Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
NAIKNYA nilai investasi di Tanah Air semestinya berjalan seiring dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Namun, faktanya hal itu belum terjadi.
Sepanjang 2017, jumlah tenaga kerja yang terserap hanya 1,17 orang, menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai 1,39 juta orang.
Padahal, realisasi investasi baik dari penanaman modal dalam begeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) periode 2017 menembus Rp692,8 triliun, atau melampaui target Rp678,8 triliun. Capaian itu pun di atas realisasi investasi PMDN dan PMA sepanjang 2016 yang berjumlah Rp612,8 triliun.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serapan tenaga kerja pada 2017 yang berasal dari proyek PMDN sebanyak 409 ribu orang, sedangkan dari proyek PMA 767 ribu orang.
Dari data itu, terungkap aliran porsi investasi PMDN ke sektor jasa naik signifikan dari 37,8% per 2016 menjadi 45,6% pada 2017.
Begitu juga porsi investasi PMA ke sektor ini yang melonjak dari 26,8% pada 2016 menjadi 40,3% pada 2017.
Sebaliknya, porsi investasi di sektor industri pengolahan atau manufaktur, baik PMA maupun PMDN, malah menurun dari 54,8% per 2016 menjadi 39,7% per 2017.
Padahal, sektor ini berpotensi menyerap banyak tenaga kerja.
"Kondisi ini sinyal bagi pemerintah bahwa insentif bagi investor yang masuk ke sektor industri atau padat karya tidak berjalan efektif. Begitu pula sektor konstruksi yang sedang dikembangkan melalui proyek infrastruktur, ternyata belum ampuh menyerap tenaga kerja," ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, kemarin.
Ketika dimintai konfirmasinya mengenai hal ini, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengakui salah satu penyebab turunnya serapan tenaga kerja dipengaruhi kecenderungan investor yang lebih memilih menggarap sektor padat modal ketimbang sektor padat karya.
Namun, kata dia, kondisi itu juga tidak lepas dari perkembangan teknologi informasi.
"Kalau (penyebab) persisnya kita harus kaji dulu, tapi mungkin karena pengaruh perkembangan teknologi informasi juga kan sehingga investasinya lebih padat modal," ujar Hanif saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kemarin.
Karena itu, dia berharap kementerian atau lembaga (K/L) terkait, seperti Kementerian Perindustrian dan BKPM, mau mendorong arus investasi lebih diarahkan ke sektor padat karya.
"Bukan berarti enggak boleh masuk ke padat modal, tapi sektor padat karya perlu mendapatkan prioritas. Jadi, boleh saja ada insentif sehingga investor lebih berminat ke sektor padat karya," imbuhnya.
Sebagai orang yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, Hanif mengakui kualitas tenaga kerja kita belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan industri.
Karena itu, pihaknya terus berupaya meningkatkan kompetensi tenaga kerja di sejumlah daerah melalui pelatihan hingga program pemagangan yang bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Selain itu, pemerintah tengah menyiapkan program yang disebut transformasi industri.
Program ini bertujuan memetakan jenis-jenis pekerjaan yang akan terjadi di masa depan.
"Dengan kemajuan teknologi reformasi di bidang industri di masa depan wajar terjadi. Kita harus siapkan apa saja yang dibutuhkan," kata Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio, di sela-sela peresmian Program Monozukuri untuk SMK Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Karawang, kemarin. (CS/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved