Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Industri Sawit semakin Melejit

Andhika Prasetyo
31/1/2018 09:05
Industri Sawit semakin Melejit
(ANTARA/ASWADDY HAMID)

DI tengah berbagai hambatan, termasuk kampanye negatif dari Uni Eropa (UE), ekspor minyak sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia terus bertumbuh.

Sepanjang tahun lalu, ekspor CPO dan turunannya tidak termasuk biodiesel dan oleochemical, mencapai 31,05 juta ton, meningkat 23% dari tahun sebelumnya yang hanya 25,11 juta ton. Dengan volume tersebut, nilai yang didapat negara menembus US$22,97 miliar atau naik 26% jika dibandingkan dengan 2016 yang hanya mencapai US$18,22 miliar.

Menurut Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang, angka itu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah ekspor minyak sawit Indonesia.

"Minyak sawit kita terus dijegal dan diserang, tapi masih terus bertahan, bahkan semakin kuat. Seperti itulah kondisi yang menggambarkan industri minyak sawit Indonesia sepanjang tahun lalu," ujarnya, di Jakarta, kemarin.

Tahun lalu, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit dan pelarangan penggunaan biodiesel berbasis sawit dari Indonesia karena dinilai merusak hutan serta mempekerjakan anak di bawah umur.

Bahkan, jauh sebelum itu, yakni sejak 2013, UE telah menerapkan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) atas produk biodiesel dengan margin 8,8%-23,3%. Namun, belum lama ini, Indonesia berhasil memenangi gugatan terhadap UE atas kebijakan antidumping tersebut. Panel Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Bebas Dunia (WTO) memenangi enam gugatan Indonesia atas UE.

"Ini tentunya akan membuka lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke UE," ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dari Islamabad, Pakistan, Jumat (26/1). Menurut Togar, meski kerap menghambat, sejauh ini negara-negara Eropa justru konsumen terbesar minyak sawit Indonesia.

Sepanjang 2007, mereka tercatat mengimpor 5,03 juta ton CPO, melonjak 15% dari tahun sebelumnya yang hanya 4,37 juta ton. Selain UE, hampir semua negara tujuan utama ekspor meningkat. India menjadi yang tertinggi dengan angka 7,63 juta ton, naik 32% daripada tahun sebelumnya 5,78 juta ton, disusul Tiongkok yang mencatatkan kenaikan permintaan 16% dari 3,23 juta ton menjadi 3,73 juta ton.

Pemda menghambat

Terkait dengan kinerja, Togar memaparkan, sepanjang tahun lalu, produksi CPO mencapai 38,17 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebesar 3,05 juta ton sehingga total keseluruhan produksi minyak sawit Indonesia ialah 41,98 juta ton.

Angka itu lebih tinggi 18% jika dibandingkan dengan 2016, yakni 35,57 juta ton. Sementara itu, stok minyak sawit dalam negeri pada akhir 2017 ialah 4,02 juta ton.

"Tahun ini kami optimistis kondisi akan semakin baik. Dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus, prospek bisnis sawit akan mengikuti. Kami akan jaga pasar ekspor tradisional, tetap jaga hubungan supaya mereka tidak beralih ke negara produsen lain," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Gapki Danang Giriwardana menyebutkan dengan hasil yang didapatkan begitu besar, sudah semestinya pemerintah mendukung pengembangan industri kelapa sawit dengan konsisten.
Selama ini beberapa pemerintah daerah (pemda) masih kerap menghambat dengan menarik sumbangan terhadap hasil CPO. "Itu yang sebenarnya membebani, menambah biaya. Artinya semakin besar biaya sumbangan ke pemda, kita harus menaikkan harga CPO. Jadi, harga tidak kompetitif," tandasnya. (E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya