Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Prospek Tekfin kian Berseri

Ghani Nurcahyadi
18/12/2017 05:46
Prospek Tekfin kian Berseri
(Sumber: OJK/Dailysocial/Grafis: Caksono)

PENYEDIA jasa solusi teknologi finansial (tekfin) sebagai metode alternatif mendapatkan dana belakangan semakin dimafhumi masyarakat Tanah Air.

Salah satu indikatornya ialah nilai pinjaman masyarakat melalui solusi tekfin yang semakin meningkat.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga Oktober lalu, jumlah peminjam melalui solusi tekfin melonjak lebih dari 300% ketimbang periode serupa di 2016.

Hasilnya, outstanding pinjaman pun hampir menyentuh Rp2 triliun per Oktober 2017.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi meyakini nilai pembiayaan oleh tekfin akan terus bertambah.

Prakiraannya, tahun depan, outstanding pinjaman mencapai Rp4 triliun sampai Rp6 triliun.

"Tren akumulasinya memang terus meningkat karena masyarakat luas akan semakin merasakan manfaat dari model pendaan gotong royong secara daring ini," katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kendati pamor tekfin terus merekah, Hendrikus menilai belum akan terjadi kompetisi sengit dengan perbankan yang merupakan tulang punggung pembiayaan aktivitas perekonomian di Indonesia.

Apalagi, OJK juga sudah bergerak cepat dalam menganalisis tren tekfin ini dengan menerbitkan Peraturan OJK No 77/2017.

Salah satu isi beleid itu ialah keharusan bagi pelaku tekfin untuk berada dalam mekanisme perbankan nasional.

Penyelenggara wajib membuka escrow account (rekening penampung/sementara) dan akun virtual di perbankan.

Pengguna pun wajib memiliki rekening bank.

Fakta itu membuat bank dan tekfin perlu berkolaborasi. Terlebih, sebagian besar pemanfaat solusi tekfin merupakan pihak belum bankable.

"Sejauh ini secara nalar akal sehat, sulit mengatakan tekfin merupakan pesaing pelaku industri keuangan formal," ucap Hendrikus.

Kalangan perbankan pun mengakui saat ini masyarakat semakin membutuhkan solusi pendanaan yang cepat, mudah, dan praktis. Leonardo Koesmanto, Executive Director Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia, memprediksi 30% jenis pekerjaan di sektor perbankan akan menghilang dalam lima tahun ke depan.

Situasi tersebut memaksa perbankan untuk beradaptasi dengan kehadiran tekfin yang punya sejumlah keunggulan, seperti organisasi yang ramping dan penetrasi yang dinamis.

Saat ini beberapa lembaga finansial besar pun sudah ada yang bermitra dengan tekfin.

"Kolaborasi dan ko-inovasi dengan tekfin merupakan jalan terbaik bagi bank untuk mempertahankan pertumbuhannya.

Artinya, bank konvensional harus mengubah model dan strategi bisnis untuk melebarkan pasarnya.

Di sisi lain, tekfin juga akan mendapat keuntungan modal, data, pasar, dan dukungan regulasi dari perbankan," terangnya.

Chief Credit Officer Akseleran Elquino Simandjuntak mengamini sinergi antara industri perbankan, perusahaan pembiayaan konvensional, dan penyedia jasa tekfin sangat dibutuhkan, khususnya untuk mewujudkan inklusi keuangan yang tengah digiatkan regulator.

Moncer

Jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang masih unbankable, sekitar 160 juta, para pelaku tekfin pun optimistis prospek bisnis mereka akan terus moncer di waktu mendatang.

"Dengan banyaknya ragam kategori layanan yang ditawarkan, kami melihat perkembangan fintech di Indonesia ini akan semakin menjanjikan," ujar Cofounder & CEO of Investree Adrian Gunadi kepada Media Indonesia, Rabu (6/12).

Menurutnya, masih banyak ruang potensi layanan yang bisa ditingkatkan sehingga ke depan bukan hanya mampu membuka akses bagi UMKM yang belum bankable, melainkan juga mendukung target pemerintah menjadikan 8 juta UMKM Go Online.

"Tantangannya, karena industri fintech ini baru, talenta yang tersedia di pasar yang sudah menguasai industri juga belum banyak. Kita harus mengalokasikan waktu untuk membinanya, selain mengedukasi masyarakat mengenai fintech itu sendiri," imbuh Adrian.

Tahun depan, pihaknya berancang-ancang untuk memperluas pasar, antara lain lewat diversifikasi produk serta kolaborasi dengan institusi finansial dan korporasi.

Ia juga membidik kemitraan dengan perusahaan e-commerce untuk fasilitas pembiayaan bagi seller.

"Ini untuk membangun ekosistem digital yang lebih luas dan terintegrasi baik dengan sesama pelaku fintech maupun institusi keuangan, telekomunikasi, dan industri lain," tandasnya.

Sementara itu, Vice President of Growth Amartha, Fadilla Zain, menyatakan lebih memilih tetap fokus melayani segmen ultramikro, terutama yang masih unbankable.

"Pasarnya masih banyak sekali. Untuk 2018, kami akan tetap fokus melayani lebih banyak segmen mikro di pelosok Indonesia."

(Mut/S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya