Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Investor Minati Pembangkit Listrik EBT

Tesa Oktiana Surbakti
06/12/2017 07:41
Investor Minati Pembangkit Listrik EBT
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

MINAT perusahaan swasta untuk membangun pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT) masih tetap tinggi.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agoes Triboesono dalam seminar kelistrikan di Kampus UI, Depok, kemarin.

“Sampai hari ini minat (perusahaan) swasta membangun pembangkit EBT masih bagus. Sudah ada penandatanganan kontrak jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) untuk pembangkit EBT hingga sekitar 1.200 Mw beberapa waktu lalu. Itu tersebar seluruh Indonesia. Pada Senin (11/12) juga ada penandatanganan dua PLTS di Bali dan satu pembangkit listrik tenaga angin di Jeneponto, Sulsel,” kata Agoes.

Pada awal Agustus, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyaksikan penandatanganan PPA EBT antara PT PLN (persero) dengan independent power producer (IPP/pengembang listrik swasta) di 64 lokasi. Total kapasitas pembangkit yang akan dibangun mencapai 415,75 Mw.

Periciannya sebanyak 49 PLTM tersebar di Jawa dan Sumatra dengan total kapasitas 328,85 Mw, 9 PLTBm dan PLTBg dengan total kapasitas 41,9 Mw (regional Sumatra), dan 6 PLTS dengan total kapasitas 45 Mw (2 lokasi di regional Sulawesi sebesar 25 Mw dan 4 lokasi di regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara sebesar 20 Mw).

Menurut Agoes, pemerintah selama ini menginginkan tarif listrik yang terjangkau masyarakat. Akan tetapi, bukan berarti pemerintah tidak memberikan akses bagi pembangunan pembangkit listrik EBT yang dinilai masih memiliki tarif mahal.

“Peraturan Menteri Nomor 50/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik menyebutkan bahwa pembangkit EBT bisa ikut pelaksanaan pembangunan infrastruktur kelistrikan di Indonesia,” ujar Agoes.

Membangun pembangkit listrik EBT, lanjut Agoes, dapat mendoron­g pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan sehingga rasio elektrifikasi di Tanah Air dapat terus meningkat.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, dalam kesempatan yang sama menambahkan, selama ini ada polemik yang menyebutkan tidak ada investor berminat mengembangkan EBT.

“Ternyata banyak sekali. Beberapa waktu lalu ada 64 IPP yang sudah menandatangani PPA,” Suprateka menegaskan.

Harga kompetitif

Sebelumnya, dalam International Energy Conference di Jakarta, belum lama ini, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyampaikan keyakinannya bahwa harga jual listrik EBT lebih kompetitif bila dibandingkan dengan energi fosil seperti batu bara dan gas.

“Mungkin belum sekarang, tetapi secepatnya hal itu akan terwujud,” ungkap Jonan (Media Indonesia, 4/12).

Jonan menyontohkan harga jual listrik EBT di PLTB Sidrap, Sulsel, tahap pertama yang berkapasitas 75 Mw yang sebesar US$0,114 per kwh. Namun, harga jual di PLTB Sidrap tahap kedua yang berkapasitas 50 Mw jauh lebih lebih murah, yakni US$0,006 per kwh. “Itu artinya harganya kompetitif jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dari sumber energi primer.”

Wakil Presiden Ke-11 RI Boediono menambahkan, kini kendala pengembangan EBT bukan dari aspek teknologi. “Kendalanya komitmen nasional dan global. Investor enggan menanamkan modal mereka kalau keuntungan baru diperoleh dalam jangka panjang.” (Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya