Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Memetik Pelajaran dari Paman Sam

Adiyanto
27/11/2017 09:40
Memetik Pelajaran dari Paman Sam
()

PERTENGAHAN pekan lalu, Credit Suisse Research Institute memaparkan laporan tentang kekayaan global yang meningkat 30% sejak krisis keuangan dunia dimulai pada satu dekade lalu. Global Wealth Report edisi kedelapan itu mengungkapkan, total kekayaan global naik mencapai 6,4%, atau US$16,7 triliun menjadi US$280 triliun dan merupakan kenaikan tercepat sejak 2012.

Hal yang menarik, dalam laporan itu dikatakan, Amerika Serikat memimpin kenaikan dalam kekayaan global itu alias yang paling tinggi dengan pertumbuhan kekayaan US$8,5 triliun. Hal ini terutama didorong aset finansial yang lebih kuat.

Padahal, seperti kita tahu, krisis ekonomi global yang berawal sekitar penghujung 2007 silam, bermula dari ‘Negeri Paman Sam’. Kala itu subprime mortgage (kredit perumahan AS) yang dikemas ke dalam berbagai bentuk sekuritas lain dan kemudian diperdagangkan di pasar finansial global, babak belur. Akibatnya, angka pengangguran di AS melonjak drastis. ‘Gempa finansial’ itu juga dirasakan dampaknya ke mana-mana. Berbekal pengalaman krisis 1998, Indonesia tidak terlalu terdampak krisis yang dipicu AS ini. Dalam paparannya di acara konferensi bertajuk ‘The 1st Asia-Pasific Research in Social Sciences and Humanities Universitas Indonesia Conference (APRiSH) yang digelar di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, tahun lalu, mantan Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri menilai, Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi krisis yang disebabkan faktor eksternal.

Menurut Chatib seperti dikutip Antara, dibandingkan dengan negara-negara yang digolongkan sebagai fragile five, Indonesia dan India merupakan dua negara yang relatif lebih cepat pulih. Fragile five adalah istilah yang saat itu digunakan untuk merujuk pada lima negara yang paling bergantung investasi asing sehingga rentan ambruk akibat gejolak ekonomi global. Kelima negara yang dimaksud adalah India, Indonesia, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki.

Selama 2008-2014, menurut Chatib, merupakan periode yang sangat penting dan menarik bagi kebijakan makro ekonomi di negara maju maupun berkembang. Hal ini, kata dia, menyu-sul dikeluarkannya kebijakan yang disebut quantitative easing (QE) oleh Bank Sentral AS. Kebijakan ini mengakibatkan terjadinya aliran dana masuk ke negara berkembang. Pengaruh lainnya ialah memicu pertumbuhan ekonomi dan booming di sektor finansial, serta membaiknya nilai tukar di negara berkembang. Indonesia dan India berhasil menciptakan stabilisasi makro ekonomi yang dibuktikan dengan menurunnya defisit dan stabilisasi pasar finansial.

Belajar dari pengalaman-pengalaman itu, saya sependapat dengan apa yang disampaikan mantan wakil Presiden Boediono. Menurut bekas Menteri Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia itu, strategi optimal yang mesti dilakukan ialah selalu memeriksa kesehatan ekonomi dalam negeri, seperti menjaga kesehatan tubuh sendiri. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya