Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I pernah mengalami turbulensi manajemen. Sumber daya manusia (SDM) yang semestinya menjadi kunci penggerak bisnis justru tidak optimal sehingga terjadi berbagai situasi yang merugikan perusahaan. Hal itu diungkapkan Direktur SDM dan Umum Pelindo I Hamied Wijaya saat berbincang dengan Media Indonesia di Jakarta, Jumat (10/11). Hamied bercerita Pelindo I pernah mengalami situasi manajemen yang tidak solid, pekerja yang cenderung tidak termotivasi, pengotak-ngotakan pekerja, dan bahkan maraknya politik kotor di kantor dalam berkompetisi untuk meraih jabatan tertentu.
Raja-raja kecil muncul di berbagai kantor cabang dalam pengelolaan bisnis. Di sisi lain, serikat pekerja mempunyai kekuatan yang besar dengan ikut campur di luar aspek kesejahteraan pegawai. "Itu kondisi sebelum 2014. Saat itu sistem manajemen SDM hanya 'yang penting ada'. Tidak ada kejelasan KPI (key performance indicator) hingga ke level terbawah, penilaian kinerja manajemen, dan program kerja pada pencapaian target," ucap Hamied. Situasi itu dilihatnya telah membuat Pelindo I banyak kehilangan pendapatan. Praktik-praktik kotor telah membuat pendapatan perseroan malah masuk ke kantong raja-raja kecil itu dan tidak tercatat.
Diperkirakan, pendapatan yang hilang per tahunnya sekitar Rp300 miliar. Sebagai direktur yang membawahkan bidang SDM, Hamied berpikir SDM di Pelindo I harus dibenahi guna melakukan transformasi bisnis. Pembenahan itu pun dilakukan melalui sistem manajemen kinerja elektronik (MKE). Sistem MKE, papar Hamied, ialah sistem penilaian kinerja pegawai berbasis digital. Seluruh perencanaan kerja, target tiap unit kerja, bimbingan, pelatihan, dan evaluasi kinerja pegawai masuk ke aplikasi dan dilakukan rutin setiap bulan.
Setiap karyawan wajib memasukkan rencana kerja dalam kurun waktu sebulan secara mandiri pada 1-5 tiap bulannya, sesuai dengan KPI yang ditetapkan perusahaan.
Bila pekerjaan itu sudah atau sedang dilaksanakan, pegawai harus melaporkannya dengan bukti yang ada secara digital. Pada akhir bulan, atasan wajib mengevaluasi hasil laporan kerja pegawai mereka. Hamied menilai dengan sistem tersebut, seluruh pekerjaan pegawai dari level tertinggi hingga terendah dapat terpantau dengan terukur dan transparan. Sistem itu pun telah membuat gaji pegawai bisa berbeda satu sama lain karena terukur dari kinerja dan capaian target. "Jadi, bila dahulu SDM dianggap sebagai beban, dengan sistem ini, saya meyakini SDM adalah mesin dari semua aktivitas yang ada. Selain sistem manajemen kinerja yang kami bangun, ini harus digital supaya tidak ada lagi kertas-kertas administrasi," paparnya.
Ubah struktur gaji
Karena tidak ingin terlalu menyulitkan pegawai, penerapan MKE dibarengi dengan perubahan struktur gaji pegawai. Sebelum ada sistem itu, porsi gaji tetap sebanyak 60% dari total dan 40% ialah variabel. Kini, porsi itu dibalik menjadi gaji tetap sebesar 40% dan variabel sebesar 60%. Gaji variabel ialah tunjangan kinerja para pegawai. Hamied menjelaskan tunjangan kinerja ditentukan dari dua kriteria, yakni 70% dari kinerja perusahaan yang terdiri dari 50% dari capaian laba unit kerja, 15% dari capaian pendapatan unit kerja, dan 5% dari tingkat pencairan piutang unit kerja.
Lalu, sisa 30% komponen tunjangan kinerja dilihat dari nilai rencana kerja bulanan dan kedisiplinan. "Yang pertama menolak sistem ini ialah para kepala kantor cabang karena mereka merasa sudah dipusingkan dengan target operasional. Ya sudah, saya bebaskan kalau tidak mau ikut. Silakan (tidak ikut), tapi mereka tidak dapat tunjangan. Setelah tidak dapat, akhirnya mereka sadar. Mereka langsung minta diajarkan ke kami tentang sistem ini," ucapnya. Ia memaparkan perlu ketegasan dalam menerapkan sistem MKE. Tidak semua pegawai rela mengikuti sistem yang bisa mengawasi kinerja mereka.
Butuh waktu hampir satu tahun bagi seluruh pegawai bisa melaksanakan sistem tersebut. Setelah hampir dua tahun sistem MKE berjalan, Hamied menilai manajemen perusahaan kini telah bertransformasi. Dampak positif pun dirasakan perseroan. Para pegawai menjadi tertantang untuk bekerja makin giat, target-target perusahaan bisa tercapai, dan bahkan membuat mereka lebih jeli mencari peluang bisnis baru, seperti di properti dan pemanfaatan aset. Menurutnya, pengelolaan SDM sudah membuat para pegawai Pelindo I aktif bekerja mencapai target.
Beberapa bisnis yang saat ini tengah dikebut perseroan ialah pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung dan pengembangkan bisnis jasa kepelabuhanan dan jasa pemanduan di perairan Selat Malaka-Selat Singapura dengan PT Pelindo III. Hamied juga menilai sistem MKE telah memberikan kontribusi pada kinerja keuangan Pelindo I yang positif. BUMN jasa kepelabuhan tersebut membukukan pendapatan Rp1,95 triliun hingga kuartal III 2017, atau naik 12% dari periode yang sama tahun lalu. Pun, laba operasi mencapai Rp787 miliar atau naik 12%.
"Sistem ini memaksa pegawai untuk disiplin memberikan kinerjanya semaksimal mungkin karena jika target tidak terpenuhi, tunjangan kinerja mereka terpotong. Ternyata kinerja kita naik terus," tutupnya. Kementerian BUMN pun meminta agar Pelindo I menularkan sistem itu e BUMN lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved