Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PARA pekerja informal yang tidak mempunyai gaji tetap bulanan kerap kali kesulitan untuk mengajukan kredit kepemilikan rumah ke bank.
Namun, hal itu kini tidak lagi setelah pemerintah mengeluarkan skema pembiayaan kredit perumahan rakyat (KPR) bagi para pekerja informal.
Skema tersebut diluncurkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) No 18/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang diundangkan pada 24 Oktober 2017.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PU-Pera Lana Winayanti menjelaskan BP2BT merupakan skema pembiayaan KPR yang disubsidi Bank Dunia.
Pekerja informal bisa mendapatkan bantuan kredit untuk membeli rumah tapak baru atau membangun rumah secara swadaya.
"Skema pembiayaan BP2BT ini kita kerja sama dengan Bank Dunia dan diprioritaskan untuk masyarakat pekerja sektor informal," ucap Lana saat ditemui di Kantor Kementerian PU-Pera, Jakarta, kemarin.
Dalam skema itu bantuan diberikan lewat subsidi uang muka (down payment/DP) rumah. Masyarakat hanya akan dibebani DP 5% dari total harga rumah, dan 25% sisanya akan dibantu subsidi dari Bank Dunia.
"Prinsipnya, masyarakat menabung 5% dari harga rumah dan sampai 30% diberi bantuan subsidi. Kemudian masyarakat membayar kredit sisa 70% dengan suku bunga komersial dengan tenor 10 tahun," papar Lana.
Ia pun menyebut sasaran masyarakat yang bisa mendapatkan BP2BT ialah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau sama dengan sasaran kredit fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Selain itu, harga rumah yang dijual dengan skema BP2BT akan sama dengan harga maksimal dari FLPP.
Hal yang membedakan kedua skema itu, kata Lana, ialah jenis penghasilan calon penerima kredit.
Penghasilan dari calon penerima BP2BT bukan merupakan penghasil-an perorangan, melainkan penghasilan rumah tangga.
Alasannya, pekerjaan sektor informal kerap kali dilakukan pasangan suami-istri atau keluarga.
Rentang minimum penghasilannya ialah Rp6 juta-Rp6,5 juta per bulan.
"Sering kali pekerja infomal itu suami-istri yang bekerja. Kalau demikian, sering penghasilannya lebih dari Rp4 juta per bulan. Sayangnya, karena penghasilannya tidak tetap, jadi sering dipersulit bank. Makanya dikeluarkan skema baru dari penghasilan rumah tangga," terang Lana.
Guna menerapkan skema KPR ini, Kementerian PU-Pera akan menguji coba dengan 156 rumah.
Namun, ia belum bisa memastikan lokasinya karena masih menunggu hasil survei yang dilakukan Bank Dunia.
Lana pun membeberkan sudah ada perbankan yang akan ikut dalam skema BP2BT, antara lain Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Dengan adanya skema BP2BT ini Lana berharap akses rumah murah makin terbuka lebar bagi kelompok MBR.
Selain itu, skema itu diharapkan memberi kemudahan kredit bagi masyarakat yang ingin membangun rumah secara swadaya.
"Dalam waktu dekat kami akan segera tanda tangan MoU (nota kesepahaman) dengan para perbankan yang ikut. Baru setelah itu uji coba sudah bisa dilakukan," imbuh Lana.
Komitmen BTN
Sejak program sejuta rumah digulirkan pemerintah, hingga pertengahan tahun ini Bank BTN mengklaim telah membiayai 1,44 juta rumah dengan nilai penyaluran kredit properti, baik berupa KPR maupun kredit konstruksi sebesar Rp155,9 triliun.
"Kontribusi Bank BTN sebagai integrator dalam program sejuta rumah tidak hanya dalam soal akses pembiayaan bagi seluruh lapisan nasabah, tapi juga dalam menyokong sisi pasokan dengan kredit kontruksi bagi para pengembang," kata Direktur Utama Bank BTN Maryono di Ambarawa, Jawa Tengah, perte-ngahan pekan lalu. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved