Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

BPS: Perlahan Transaksi E-Commerce Masuk Survei

Erandhi Hutomo Saputra
26/9/2017 18:51
BPS: Perlahan Transaksi E-Commerce Masuk Survei
(Ist)

KEPALA Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto menyebut transaksi toko penjualan daring (e-commerce) secara perlahan akan masuk dalam survei BPS. Hal itu dilakukan untuk mengukur daya beli masyarakat yang akhir-akhir ini banyak dilakukan secara daring (online) dibandingkan dengan cara offline.

Apalagi berdasarkan survei BPS terhadap 10 ribu rumah tangga, 15% di antaranya pernah bertransaksi secara daring.

"Kita sedang merancang pelan-pelan," ujar Suhariyanto di Gedung BPS Jakarta, kemarin.

Untuk merancang agar transaksi e-commerce tersebut masuk dalam survei, Kecuk mengaku tengah berkoordinasi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) yang mempunyai 300 anggota di bidang layanan jual beli secara daring.

Sejauh ini dalam koordinasi tersebut, terdapat dua akses dalam e-commerce yakni secara formal dan informal. Secara formal, penjualan secara online melalui kanal formal seperti Tokopedia, Lazada, dan Zalora bisa secara mudah dihitung transaksinya meski sulit mengetahui secara detail produk-produk mana saja yang dibeli.

Sementara untuk transaksi daring yang informal, seperti penjualan melalui Facebook, Instagram, kata Suharianto, hal itu masih belum disepakati metode surveinya karena media sosial tersebut hanya sebagai sarana promosi.

"Yang informal ini gimana kita belum sepakat metodenya seperti apa, tapi yang formal akan kita tangkap dan pelan-pelan akan kita masukkan, tapi tidak semua seketika akan masuk," ucapnya.

Kecuk menyebutkan, meski 15% dari 10 ribu rumah tangga sudah pernah melakukan transaksi daring, namun barang-barang yang dibeli masih terbatas yakni seperti smartphone dan akomodasi hotel. Sementara untuk pembelian bahan-bahan pokok belum termasuk yang dibeli secara daring.

"Padahal itu (bahan pokok) perlu untuk (hitung) inflasi karena bobotnya besar," tukasnya

Sekalipun rumah tangga yang pernah melakukan transaksi daring masih cenderung kecil, Kecuk menyebut hal itu tetap harus diantisipasi khususnya untuk BPS dalam menghitung daya beli masyarakat.

"Ke depan cara perdagangan lebih ke online itu adalah sebuah kenyataan yang harus diantsipasi karena orang akan cari kemudahan dan harga yang murah," ucapnya.

Diketahui sebelumnya Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) Rhenald Kasali menyebut datangnya era ekonomi digital dengan kemunculan berbagai e-commerce merupakan wujud ekonomi kerakyatan. Sebab, masyarakat kini diuntungkan dengan keberadaan akses untuk berjualan langsung melalui beragam kanal e-commerce alias jual beli daring. Dulu warga mesti menitipkan barang dagangan mereka ke toko ritel modern.

“Positifnya, ekonomi beralih dari ekonomi untuk kepentingan orang kaya menjadi ekonomi kerakyatan. Bukalapak dan Tokopedia punya masing-masing 2 juta vendor yang sebelumnya tidak pernah berjualan,” ujar Rhenald.

Manfaat lain ekonomi digital ialah sentra-sentra baru ekonomi di luar Jawa menjadi terbuka. Salah satu faktanya diperoleh dari pemilik Alibaba Jack Ma yang memberikan informasi terdapat e-commerce di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, Palu, yang mempekerjakan dari 6 orang menjadi 60 orang. Produk bisnis itu juga diekspor ke Selandia Baru.

“Di desa-desa yang tidak kita duga kini menjadi pusat pengiriman barang. Yang punya data itu JNE,” ucapnya.

Rhenald meminta berbagai pihak tidak meremehkan hal itu dengan menyebut perpindahan perdagangan ke daring sangat kecil dan menuding daya beli melemah sebagai biang keladi merosotnya penjualan ritel modern. Baginya, jual beli di dunia maya sudah menghancurkan eksistensi ritel modern.

Ia mencontohkan penjualan Hypermart Rp6,7 triliun per tahun, sedangkan penjualan dua hari belanja daring nasional mencapai Rp13,7 triliun.

“Yang bilang kecil itu orang yang hidup di peradaban lama. BPS juga baru menghitung bulan ini dan yang dihitung hanya transfer. Padahal banyak transaksi yang COD (cash on delivery),” pungkasnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya