Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
RENCANA mogok Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) yang akan berlangsung 3-10 Agustus 2017 dinilai kental nuansa politik. Salah satu alasan mogok ialah kontrak perpanjangan pengelolaan JICT dengan Hutchison Port Holding (HPH).
Berkat kontrak perpanjangan tersebut, Pelindo dipastikan mendapatkan penerimaan rutin tahunan US$85 juta dan uang muka sebesar US$215 juta. Kontrak perpanjangan itu disebut menguntungkan Pelindo II sebagai perusahaan induk JICT.
“Mogok SP JICT tentunya ada permasalahan mendasar antara perusahaan dan serikat pekerja,” ujar Masinton Pasaribu, anggota DPR yang juga masuk di Panitia Khusus (Pansus) Pelindo. “Tentunya mogok terkait dengan politik kesejahteraan,” imbuhnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (31/7).
Alasan kesejahteraan karyawan yang menjadi alasan utama mogok kerja pun diragukan. Beredar informasi di kalangan jurnalis, untuk gaji di kalangan junior staf di JICT sudah mencapai angka Rp20 juta. Ketika informasi itu diklarifikasi kepada Masinton, dia berdalih mengenai tolok ukur kesejahteraan karyawan.
“Angka tersebut tentunya bisa jadi sangat tinggi untuk karyawan pada umumnya atau mereka yang bekerja di sektor swasta. Tentunya SP JICT punya penilaian sendiri,” jelas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Mogok JICT dengan tuntutan untuk melakukan pemutusan kontrak kerja sama dengan HPH senada dengan agenda politik di DPR terutama Pansus Pelindo. Saat ini, Pansus Pelindo sedang menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait perpanjangan kontrak antara Pelindo II dan perusahaan asing tersebut.
“Proses politik yang saat ini sedang berjalan memproses hasil temuan BPK terhadap kerja sama Pelindo ke KPK. ke depan setidaknya akan ada empat permasalahan yang akan dikaji mulai TPK Koja, pembangunan New Priok, Global Bond, serta kontrak dengan HPH yang sudah berlangsung ini,” imbuh Masinton.
Dalam kesempatan yang sama, dia juga menyatakan adanya kesamaan fokus Pansus Pelindo dengan agenda demo SP JICT. Hal tersebut dikatakannya terkait dengan demonstrasi yang dilakukan SP JICT pada 27 Juli lalu ke KPK untuk menuntut proses penyelidikan terhadap perpanjangan kontrak kerja sama tersebut.
Seiring jalannya agenda politik DPR dengan tuntutan SP JICT mengundang pertanyaan. Pasalnya, alasan kesejahteraan karyawan yang terganggu akibat kontrak tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Gaji karyawan JICT jauh di atas Upah Minimum Regional (UMR) dan bahkan menurut mantan Direktur Pelindo II, RJ Lino, pada 2014, gaji JICT jauh lebih tinggi daripada gaji karyawan di Pelindo II. Kejanggalan itu menguatkan dugaan adanya kepentingan politik yang bermain dalam mogok SP JICT.
Sementara itu, sumber internal Pelindo II, menyatakan, saat ini sedang ada gugatan perdata dari SP JICT terhadap perpanjangan kontrak JICT di PN Jakarta Utara. Seyogianya semua pihak menghormati proses hukum tersebut.
Ketika ditanyakan soal dugaan muatan politis di balik rencana mogok SP JICT, sumber tersebut enggan menduga-duga. (RO/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved