Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
REALISASI investasi, baik dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) pada semester I tahun ini tumbuh 12,9% secara year on year (yoy) dibanding semester I 2016. Namun, pertumbuhan ini belum diikuti penyerapan tenaga kerja.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memaparkan hasil investasi selama semester I 2017 mencapai Rp336,7 triliun, naik dari semester I 2016 sebesar Rp298,1 triliun. Namun, ironisnya, dari pertumbuhan investasi tersebut, penyerapan tenaga kerja Indonesia justru menurun dalam dua tahun terakhir secara yoy.
Penyerapan tenaga kerja di Semester I 2017 sebesar 539.457 orang, turun dari Semester I 2016 sebesar 681.909 orang dan Semester I 2015 sebesar 686.174 orang. Padahal, investasi dalam dua tahun tersebut tidak lebih tinggi dari Semester I 2017. Di Semester I 2015 investasi Rp259,7 triliun dan Semester I 2016 Rp298,1 triliun.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengakui penurunan penyerapan tenaga kerja tersebut. Menurutnya, hal itu terjadi karena ketidakseimbangan antara investasi di sektor padat karya dan padat modal.
"Saya semakin prihatin dari struktur investasi, terutama keseimbangan yang sifatnya padat modal dan padat karya," ujar Lembong di Gedung BKPM Jakarta, kemarin.
Untuk mengatasi hal itu, Lembong meminta agar kementerian-kementerian menderegulasi peraturan. Hal itu sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi yang dalam sidang kabinet lalu mengutarakan kekecewaannya karena masih adanya peraturan menteri yang menyulitkan dunia usaha dan tidak baik bagi iklim investasi.
Menurut Lembong, pertumbuhan nilai investasi memang membanggakan. Tetapi, jika dalam waktu yang sama penyerapan tenaga kerja justru menurun, hal itu tidak sesuai dengan tujuan besar program ekonomi yakni kesejahteraan dan peningkatan penghasilan masyarakat. "Kita harus perhatikan struktur investasi," ucapnya.
Lembong menangkap tanda-tanda investasi sudah bergeser ke sektor padat modal terlihat di kuartal II tahun ini. Hal itu, kata Lembong, terlihat pada Lebaran lalu saat industri ritel seperti pakaian, makanan, dan bahkan petasan, justru melemah pertumbuhannya.
Industri manufaktur
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan, memang saat ini serapan usaha belum maksimal karena investor lebih memilih investasi padat modal dan teknologi ketimbang padat karya.
Hal ini, kata dia, lebih disebabkan faktor insentif bagi industri padat karya yang tidak berjalan efektif, terutama di sektor tekstil dan pakaian jadi.
Bhima juga menyarankan pemerintah perlu memperba-iki industri manufaktur. Sebab, porsi industri manufaktur terhadap PDB terus menurun dalam 5 tahun terakhir sehingga terkesan ada deindustrialisasi. Padahal, penyerapan tenaga kerja sektor industri cukup besar.(E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved