Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PEMERINTAH pusat maupun daerah diharapkan bisa bersama-sama mengembangkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) atau rumah susun sederhana milik (rusunami) untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat perkotaan, terutama di Jakarta.
Survei ekonomi nasional yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kepemilikan rumah di Jakarta menduduki peringkat paling rendah, yakni sekitar 50,16%. Dengan kata lain hanya separuh warga DKI Jakarta yang memiliki rumah sendiri.
Angka tersebut masih jauh lebih rendah ketimbang rata-rata angka kepemilikan rumah tingkat nasional yang mencapai angka 82,58%.
"Bicara tentang properti yang paling utama salah satunya masalah kepemilikan. Melihat data BPS, tugas pemerintah sangat penting untuk bisa menyediakan perumahan yang affordable sehingga terjangkau oleh masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro ditemui di Metro TV, Jumat (14/7).
Bambang menyebutkan kemampuan membeli properti di Indonesia masih didominasi penduduk berpenghasilan di atas Rp12 juta, sedangkan jumlah penduduk dengan penghasilan sebesar itu kurang dari 5%. Akibatnya, masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta tidak mampu membeli rumah yang harganya ditaksir rata-rata sudah mencapai Rp480 juta per unit.
Idealnya, kata Bambang, pemerintah melakukan kebijakan bidang perumahan seperti yang berlaku di Singapura. "Melalui sistem yang seperti rusunami, mereka (Singapura) berhasil menjadikan warganya memiliki kemampuan untuk membeli rumah dan rumahnya itu memang disiapkan oleh negara. Itu yang mungkin masih kurang dikembangkan di kita," imbuhnya.
Dukungan peraturan
Di sisi lain, menurut Bambang, dukungan pemerintah tidak cukup hanya dari sisi operasional, tetapi dalam kapasitas sebagai regulator. Salah satu yang menjadi kendala di sektor properti ialah lantaran belum adanya peraturan yang benar-benar mendukung, baik dari sisi pengembang maupun konsumen.
Sebagai contoh peraturan tentang kepemilikan lahan kosong atau dikenal dengan istilah land bank. Pemerintah saat ini sedang mendorong terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang land bank yang memasuki tahap akhir.
Kebijakan tersebut dinilai penting karena secara hukum semua tanah pada dasarnya milik negara. "Tapi secara de facto kan tidak demikian. Kita berharap mudah-mudahan (Perpres) tahun ini segera selesai karena kalau tidak akan terus membuka potensi bagi para spekulan untuk bermain," tukasnya.
Bukan hanya itu, peraturan mengenai pajak progresif juga sudah menjadi perbincangan sejak lama. Diharapkan nantinya kebijakan tersebut bisa mencegah para spekulan dalam memanfaatkan land bank yang selalu mencari keuntungan besar.
"Tujuan utamanya supaya orang-orang seperti itu tidak mendapatkan keuntungan berlebihan. Caranya ya kita tax. Tapi bukan berarti akan menghalangi perusahaan properti atau orang-orang yang punya land bank luas untuk berinvestasi perkantoran, industri, atau perumahan," terang Bambang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia Sofyan Djalil pun mengungkapkan hal senada. Ia mengatakan, persoalan lahan sejatinya bukanlah perkara baru.
"Tanah itu bukan hanya sekarang, tapi jadi problem dari sejak dulu bagi kita. Mestinya memang di lahan-lahan besar kita punya inventori tanah," cetusnya.(S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved