Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
UPAYA pemerintah untuk menggandeng berbagai institusi guna menertibkan impor berisiko tinggi dinilai tepat. "Ini masalah bersama, dan kita semua harus memberantas praktik bisnis ilegal yang menimbulkan unfairness dan budaya bisnis yang tidak baik, yang berimbas pada rusaknya tatanan bisnis," kata pengamat perpajakan Yustinus Prastowo di Jakarta, kemarin (Kamis, 13/7).
Menurutnya, dalam menangani impor berisiko tinggi harus dilibatkan sebanyak mungkin institusi yang berperan, baik aparat penegak hukum maupun pembuat kebijakan sehingga masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menertibkan impor berisiko tinggi yang memiliki potensi penyelewengan sebagai jalur masuknya peredaran barang ilegal. Untuk itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merancang satuan tugas (satgas) penertiban impor berisiko tinggi sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan operasional.
Satgas antara lain melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan Agung, Bea dan Cukai, TNI, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Sinergi antarinstansi anggota satgas jadi vital untuk memperketat pengawasan dan mewujudkan keberhasilan penertiban. Ini juga jadi sinyal bagi oknum bahwa tidak ada lagi celah yang bisa dimanfaatkan," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani seusai rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) di Jakarta, Rabu (12/7).
Sri menjelaskan, dari total volume impor, setidaknya ada 4,7% yang teridentifikasi berisiko tinggi. Sejauh ini pihaknya menertibkan 1.300-1.500 kontainer, yang di antaranya ada 679 importir tak memiliki nomor pokok wajib pajak.
Melalui satgas, kata Sri, pihaknya akan menekan peredaran barang ilegal. Dalam rapat tersebut, Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan penertiban impor berisiko dilatarbelakangi keinginan untuk meningkatkan praktik perdagangan yang baik sehingga terwujud persaingan usaha yang sehat, bersih, dan adil.
Kata Darmin, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang lebih besar. Hal itu dapat mengakibatkan beredarnya barang ilegal. Peredaran barang ilegal mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat dan penerimaan negara yang tidak optimal.
Kemauan berubah
Menurut Yustinus, kunci sukses dari program penertiban impor berisiko tinggi harus disertai kemauan untuk berubah, khususnya dari para pelaku kepabeanan yang dirumuskan melalui budaya organisasi serta diwujudkan dalam setiap kegiatan pelayanan dan tindakan hukum.
"Saya mendorong agar komitmen perubahan harus terus dirawat. Penegakan hukum secara internal juga harus dijalankan. Jika perubahan secara internal telah dilakukan, diharapkan akan dapat menular kepada para stakeholder (pemangku kepentingan) untuk berubah menjadi lebih baik," tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan sektor industri impor yang berisiko biasanya terjadi untuk impor yang bersifat borongan dan campur-campur.
"Namanya impor borongan berisiko segala macam barang dicampur. Kebocoran impor dari industri itu banyaknya dari borongan, atau impor kiloan. Nah impor kiloan kan tidak bisa kontrol. HS (harmonization system) number-nya enggak jelas, apa yang di dalam (kontainer) enggak jelas," kata Airlangga di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan kategori barang yang rentan berisiko tinggi ialah tekstil, elektronik, dan minuman keras.(Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved