Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Udang Lokal untuk Kemandirian Pangan

Jessica Sihite
30/5/2017 19:04
Udang Lokal untuk Kemandirian Pangan
(ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

PEMERINTAH berupaya mengembangkan udang lokal untuk kemandirian pangan. Udang lokal bernama udang putih atau udang jerbung (merguiensis) tengah diuji coba untuk dibudidayakan secara komersial.

Upaya tersebut berangkat dari maraknya udang impor di Indonesia. Indukan udang vaname yang merupakan udang asli Amerika Latin diimpor hingga 90% dari total impor indukan udang.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan maraknya udang impor membuat budidaya udang lokal terbengkalai. Padahal, udang jerbung berkembang biak secara liar di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Laut Arafuru dan sepanjang pantai utara Jawa (Pantura).

"Kita mau ini dikembangkan untuk konsumsi dalam negeri. Selama ini kita impor indukan vaname dari Florida dan Hawai untuk dikembangkan di sini," ucap Slamet usai meninjau kolam uji coba udang marguensis di Jepara, Jawa Tengah, Selasa (30/5).

Nilai ekonomis udang jerbung pun dianggap lebih tinggi ketimbang udang vaname. Menurut Slamet, tingkat produktivitas udang jerbung tertinggi mencapai 300 ton per hektare (ha), sedangkan vaname paling tinggi mencapai 200 ton per ha. Selain itu, udang marguensis bertelur lebih cepat seminggu dari udang vaname.

Dari sisi harga, udang lokal itu sedikit lebih mahal dari vaname, yakni Rp110 ribu per kilogram (kg) untuk ukuran 30 dan Rp95 ribu untuk ukuran 40.

"Protein udang merguiensis lebih rendah juga hanya 26-27 gram dari vaname yang minimal 32 gram, sehingga pakan merguiensis lebih murah. Biaya operasional menjadi lebih rendah," terangnya.

Slamet pun menuturkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sudah meminta pihaknya mengembangkan udang jenis baru. Pasalnya, wabah penyakit udang vaname tengah melanda beberapa negara di dunia, yakni India, Thailand, Vietnam, dan Tiongkok.

Meski impor vaname dilakukan secara ketat hanya lewat importir langsung dari Florida dan Hawai, pemerintah tetap khawatir wabah penyakit tersebut bisa masuk.

"Bu Menteri sudah sering sampaikan ke saya hati-hati dengan udang vaname yang suatu saat bisa membuat kondisi seperti wabah udang windu pada 1990an. Wabah white spot yang akhirnya membuat udang windu sulit sekali dibudidayakan," tukas Slamet.

Uji coba udang merguiensis saat ini sudah memasuki tahun kedua. Slamet mengatakan pihaknya tengah membuat rekayasa indukan merguiensis yang berkualitas meski saat ini udang itu dianggap yang paling memiliki banyak keunggulan, termasuk tahan terhadap wabah penyakit.

Dia menargetkan rekayasan uji coba indukan merguiensis bisa kelar dalam waktu satu tahun. Dengan begitu, mulai tahun depan KKP sudah bisa memberikan bibit udang itu untuk dikembangbiakan secara komersil oleh masyarakat.

"Sebenarnya, udang ini sudah ada ditambak masyarakat, tapi belum banyak. Permintaan dari Pati dan Rembang pun sudah ada karena memang udang ini 'lebih bandel' dari vaname," ucap Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Sugeng Raharjo.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal KKP Rifky E Hardijantor mengatakan pengembangan udang merguiensis bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Pasalnya, udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang menghasilkan devisa besar dari ekspornya. Karena itu, dia berharap dalam lima tahun, udang lokal Indonesia itu bisa berkembang pesat hingga bisa diekspor ke berbagai negara.

"Sayang sekali kan kalau masih menghasilkan udang jenis vaname yang indukannya masih diimpor. Pakannya juga masih impor. Akibatnya, meski ekspor besar, yang kembali ke masyarakat lebih kecil. Lain kalau komoditasnya hasil dari dalam negeri," imbuh Rifky. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya