08/5/2016 07:30

Berseluncur tanpa Tenggelam

Zen

DENGAN membawa papan seluncur, Angga berjalan di kawasan Pantai Parangtritis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, Rabu (20/4) itu ia bukan hendak bermain di laut yang memang dilarang untuk tempat berenang itu. Tujuannya ialah ke gumuk atau bukit pasir di tepi laut.

Di situ, ia memandu empat pelajar yang ingin menjajal berseluncur di atas pasir. Sudah lebih dari setahun, Angga menjadi pemandu untuk olahraga sandboarding itu. Memang, sudah sejak awal 2015, berseluncur di pasir menjadi kegiatan yang digemari anak muda di sana. Lambat laun, kegiatan itu pun menjadi daya tarik wisata tersendiri.

Di sisi lain, banyak orang yang masih belum mengetahui nikmat dan serunya seluncur di tepi pantai itu. Dari Gumuk Pasir Barchan itu pun Angga menjelaskan berseluncur di atas pasir bisa dilakukan dengan duduk atau berdiri. Saat pertama kali mencoba, sebaiknya meluncur dengan cara duduk agar si pemain mengetahui medan dan kecepatan meluncur. Jika telah mengetahui medan, pemain bisa mencoba berseluncur dengan cara berdiri.

"Cara berseluncur dengan berdiri, kaki terkuat ditempatkan di tempat kaki bagian depan. Saat meluncur, usahakan agak jongkok dan tubuh condong ke depan untuk menjaga keseimbangan," kata dia kepada Media Indonesia. Sama dengan olahraga aksi dan ketangkasan lainnya, sandboarding sebenarnya juga memiliki perlengkapan keamanan, yakni helm, pelindung siku, dan pelindung lutut. Namun, di Parangtritis tidak tampak wisatawan memakainya karena kebanyakan mereka merasa sudah aman. Memang, jika tidak melakukan manuvermanuver sulit, risiko yang dihadapi tampaknya hanyalah jatuh berguling di pasir. Itu juga yang dilakukan M Haris Rahman. Meski tampak sedikit kesulitan, ia tetap percaya diri mencoba berseluncur. Beberapa kali Haris jatuh, tetapi ia segera bangkit lagi ke puncak gumuk. Sementara itu, Galan Yega Fausta tampak lebih lancar bermain. Rupanya ini kali kedua ia mencoba. "Lebih asyik yang sekarang karena lebih sedikit jatuh. Kalau dulu sering jatuh sehingga banyak mandi pasir," ujarnya. Pengalaman mengasyikkan juga tampak di wajah Ingu, wisatawan asal Norwegia.

"Saya pernah mencoba berseluncur di salju dan berselancar air, ... ini (seluncur pasir) saya rasa menyenangkan. Akan lebih menyenangkan kalau lintasan luncurnya lebih panjang," kata dia. Ingu juga menilai pemandangan sekitar yang indah membuat wisata di tempat itu makin menyenangkan.

Jika Anda juga ingin menjajal seluncur ini, tidak perlu repot membawa papan sendiri. Warga telah menyediakan papan luncur yang bisa disewa dengan harga Rp70 ribu yang bisa dipakai sepuasnya. Jika ingin membeli, papan luncur bisa didapat seharga Rp500 ribu. Papan luncur itu mirip sekali dengan papan seluncur yang biasa digunakan di jalanan, tetapi tentunya tanpa roda.

Kaki memijak seperti menggunakan papan selancar air, yakni menghadap ke sisi panjang papan. Agar kaki lekat di papan, di tempat pijakan itu diberi tali berperekat.


Dimulai mahasiswa

Kini telah ramai dikunjungi wisatawan, tetapi awal munculnya sandboarding di daerah itu tidak tertulis jelas. Berdasarkan penuturan Angga, yang memulainya diyakini seorang mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada bernama Sidik. Pascagempa Bantul pada 2006, Sidik mulai menjajal sandboarding di sana.

Dari cerita yang beredar, lanjut Angga, ia mencoba membuat papan luncur sendiri karena mahalnya papan luncur yang ada di pasaran. "Mas Sidik dari UGM yang pertama kali memperkenalkan. Karena intensitas bermainnya tidak rutin, kami kemudian mulai menyeriusi ini pada awal 2015," kata dia. Berkat pemberitaan di media yang gencar kala itu, sandboarding di gumuk pasir pun semakin populer di masyarakat.

Di luar negeri, berseluncur cara ini juga digemari di Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan, dan Peru. AS bahkan memiliki taman bukit pasir pertama di dunia. Di tempat bernama Sand Master Park di Kota Florence, Oregon, itu pula kejuaran dunia sandboarding digelar. (M-3)

Baca Juga

Video Lainnya