Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Harus Bersahabat dengan Alam

Muhammad Najib
06/9/2016 08:38
Harus Bersahabat dengan Alam
(MI/Panca Syurkani/Ilustrasi)

PADA awal April hingga akhir Agustus ini, secara umum wilayah Indonesia masih dalam musim kemarau. Akan tetapi, belakangan ini curah hujan yang cukup tinggi justru mulai membasahi sebagian wilayah Indonesia, seperti Jakarta. Dalam menanggapi fenomena itu, Wahyu Adjie, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Biro Humas dan Organisasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyebutkan Indonesia berada dalam kondisi kemarau basah.

Musim hujan selalu identik dengan bencana. Terbukti, hujan deras yang melanda Jakarta mengakibatkan setidaknya delapan wilayah di DKI tergenang banjir. Banjir sejatinya masih menjadi momok bagi sebagian besar wilayah di Indonesia. Kondisi sungai, waduk, dan pompa air yang tidak optimal hingga tumpukan sampah ialah penyebab utamanya. Anehnya, masyarakat seakan tidak sadar akan hal itu. Hal tersebut terlihat dari sampah yang dibuang secara sembarangan.

Tidak hanya banjir, bencana longsor pun turut menghantui wilayah Indonesia, terutama di wilayah pegunungan. Jika mengacu ke tahun lalu, setidak-tidaknya ada 41 juta jiwa yang tinggal di daerah rawan longsor. Mereka tersebar di 274 kabupaten dan kota.
Bencana selanjutnya yang acap terjadi di musim hujan ialah DBD. Siklus tahunan selain banjir dan tanah longsor pada musim hujan ialah demam berdarah.

Kontribusi terbesar penyebab bencana banjir ialah ulah manusia. Untuk itu, saat ini kita harus bersahabat dengan alam. Perilaku terkecil dari modifikasi atau perubahan perilaku dalam hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk tidak membuang sampah secara sembarangan. Kebiasaan membuang sampah di selokan atau got harus dibuang jauh-jauh. Kalau perlu, wajah orang yang membuang sampah sembarangan dipasangi spanduk dan diletakkan di tempat ramai.

Selanjutnya, perilaku masyarakat yang harus dimodifikasi (diubah) ialah sikap kita terhadap air. Kebanyakan masyarakat, secara tidak sadar, tidak begitu peduli dengan air. Hal itu dibuktikan dengan tidak maunya mereka berbagi ruang dengan air. Konsep atau model rumah yang semua tanahnya dilapisi paving dan sejenisnya adalah bukti. Untuk itu, sudah saatnya perilaku semacam ini ditinggalkan. Berikan ruang pada air jika tidak ingin diganggu air itu.

Perlu dicamkan bahwa selain faktor eksternal, banjir sejatinya sangat erat dengan sikap kita. Sikap yang tidak cinta lingkungan akan menyebabkan banjir semakin meluap. Untuk itu, sikap atau perilaku membuang sampah sembarang dan menebang pohon atau hujan secara sembarangan harus dihapuskan dari kehidupan ini.

Yang tidak kalah penting, Alquran menyinggung masalah banjir yang lebih disebabkan dosa-dosa manusia. Musibah atau bencana itu, meskipun disebabkan kemaksiatan beberapa kelompok, kelompok yang baik pun akan turut menanggungnya.

Dari sini jelas bahwa sikap kita terhadap Tuhan, bumi, dan manusia akan memenga­ruhi terjadinya sebuah bencana. Jika kita tidak ingin tertimpa bencana yang dahsyat, segeralah melakukan kebaikan. Wallahualam bissawab.

Muhammad Najib
Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya