DICANANGKAN lewat Perpres No. 100 Tahun 2014, proyek ambisius Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) membentang dari Lampung hingga Aceh sepanjang 2.800 kilometer. Pemerintah menunjuk PT Hutama Karya (BUMN) sebagai operator utama, dengan harapan mendorong konektivitas logistik, mempercepat mobilitas antarwilayah, serta membuka pemerataan ekonomi di Pulau Sumatra.

Namun di balik skema mega strategis ini, hambatan di lapangan tidak bisa diabaikan. Salah satu tantangan utama adalah pengadaan lahan, yang membutuhkan lebih dari 35.000 hektare. Lahan tersebut tersebar di berbagai tipe kawasan—dari permukiman warga, perkebunan swasta, tanah adat, hingga area milik sesama BUMN. Tidak sedikit titik rawan konflik yang muncul, mulai dari belum tuntasnya ganti rugi, klaim hak ulayat, hingga gugatan hukum atas dasar legalitas kepemilikan tanah.