PERNYATAAN kontroversial sejumlah anggota DPR belakangan menambah jarak dengan publik. Misalnya, Nafa Urbach yang menanggapi perlunya fasilitas rumah anggota DPR dengan menyebut macet di wilayah rumah pribadinya di Bintaro sebagai alasan, Adies Kadir yang menyatakan tunjangan rumah Rp50 juta “tidak cukup”, hingga Ahmad Sahroni yang menganggap kritik warganet berlebihan. Ucapan-ucapan seperti ini mempertebal kesan bahwa wakil rakyat kian melupakan siapa yang memilih mereka, lebih sibuk menjaga kenyamanan elite politik ketimbang mendengar suara rakyat.

Fenomena ini mencerminkan apa yang disebut populisme elitis yakni politisi pura-pura dekat dengan rakyat saat kampanye, tetapi segera menjauh setelah berkuasa. Kritik publik tak lagi dipandang sebagai bagian sehat dari demokrasi, melainkan dianggap ancaman. Rakyat ditempatkan di posisi rendah agar jarak kuasa terasa wajar, sementara dominasi elite tetap terpelihara.