Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
UNTUK mewujudkan produk dan penegakan hukum yang adil di Indonesia, pemerintah dan partai politik harus memperbaiki sistem rekrutmen pegawai dan kader mereka.
Hal ini diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013, Mahfud MD, dalam Seminar Nasional bertajuk Pancasila dan Bela Negara di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, kemarin.
“Problem utama kita sekarang adalah sistem rekrutmen politik yang buruk. Sistem rekrutmen politik kita masih koruptif, masih pakai uang mahar,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, rekrutmen politik yang buruk pada gilirannya akan menghasilkan produk hukum atau perundang-undangan yang tidak baik disertai pelaksanaan yang tidak baik pula.
“Karena hukum itu produk politik. Kalau politiknya baik maka produk hukumnya juga baik,” ujar Mahfud.
Dia mencontohkan seseorang yang mencalonkan diri menjadi bupati atau gubernur rata-rata harus menerima sumbangan dana dari para cukong.
Ketika nanti terpilih menjadi bupati atau gubernur mau tidak mau dia harus berpikir untuk mengembalikan dana tersebut.
“Akhirnya, dia mau menerima suap untuk menerbitkan izin penebangan hutan atau eksplorasi tambang. Izin-izin itu dibuat oleh orang-orang yang tersandera,” ungkap Mahfud yang juga menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tersebut.
Mahfud menyebutkan hingga kini posisi skor indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 37. Artinya, negara kita masih tergolong buruk. Meskipun demikian, skor tersebut sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pada era Orde Baru yang masih di angka 2 yang berarti sangat buruk.
“Dari rentang skor 0-100, indeks persepsi korupsi Indonesia 37. Kalau saudara sekolah di SD, SMP, dan SMA indeks saudara di angka 51 saja tidak lulus. Apalagi ini masih 37. Kita masih jauh dari lulus,” tutur Mahfud lagi.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu segera dilakukan perbaikan sistem rekrutmen politik. Walaupun demikian, perbaikan sistem rekrutmen politik itu tidak bisa dilakukan jika hanya dilakukan perorangan.
“Kita harus berani mengubah pola rekrutmen politik. Semua harus sadar. Kita bicara begini bukan perorangan tetapi harus ada kesadaran kolektif,” lanjut Mahfud.
Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, beberapa waktu lalu menyatakan partai politik perlu melakukan terobosan dengan mengemukakan ide perubahan yang menjadi harapan publik.
“Kini parpol masih mengandalkan biaya negara karena masyarakat ogah menyumbang dana parpol,” ungkap Ray.
Di sisi lain, Partai NasDem menekankan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten harus mendapatkan pengetahuan dasar tentang partai tanpa mahar.
“Kemauan, semangat, dan energi membutuhkan pengetahuan dasar. Ini penting dikomunikasikan kepada rakyat tentang NasDem sebagai partai tanpa mahar,” kata Ketua Bapilu NasDem Effendy Choirie, beberapa waktu lalu. (Ant/X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved