Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Subsidi Pupuk Langsung kepada Petani

Bustanul Arifin Guru Besar UNILA, Ekonom Senior INDEF, dan Anggota AIPI
16/1/2021 04:30
Subsidi Pupuk Langsung kepada Petani
(Bustanul Arifin Guru Besar UNILA, Ekonom Senior INDEF, dan Anggota AIPI)

POTONGAN berita dan video Presiden Joko Widodo, yang mempertanyakan efektivitas susbsidi pupuk terhadap peningkatan produksi pangan beredar luas di media sosial. Selama 10 tahun terakhir, subsidi pupuk naik terus dari Rp16,3 triliun pada 2011 menjadi Rp31,3 triliun pada 2015 dan Rp29,8 triliun pada 2020.

Anggaran subsidi pupuk pada 2020 penuh dinamika. Awalnya, DPR menyetujui anggaran Rp24,5 triliun untuk 7,9 juta ton pupuk bersubsidi. Kemudian covid-19 melanda, dan seluruh kementerian/lembaga (K/L) diminta untuk melakukan realokasi, refocusing, atau pengurangan anggaran.

Namun demikian, kelangkaan pupuk terjadi cukup masif di lapangan. Sehingga, anggaran subsidi pupuk ditambah Rp3,14 triliun atau 1 juta ton pupuk, sehingga alokasi pupuk bersubsidi mencapai 8,9 juta ton (Media Indonesia, 9 September 2020).

Pada 30 Desember 2020, pemerintah mengeluarkan Permentan No 45/ 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021. Peraturan baru itu melengkapi keputusan anggaran subsidi pupuk tahun 2021 sebesar Rp 25,3 triliun, cukup memadai untuk alokasi pupuk bersubdisi 8,2 juta ton.

Pemerintah melakukan reformasi atau penajaman subsidi pupuk, setidaknya melalui dua cara. Pertama, mengurangi atau realokasi subsidi pupuk untuk program prioritas pembangunan pertanian, dan ketahanan pangan lainnya. Kedua, mengubah format subsidi produksi pupuk, dari subsidi kepada industri pupuk–melalui subsidi harga gas, menjadi subsidi langsung kepada petani.

Kebijakan baru subsidi pupuk langsung kepada petani ini, dilaksanakan melalui sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok secara elektronik (e-RDKK), dan penggunaan Kartu Tani oleh petani yang berhak. Artikel ini, menganalisis substansi subsidi pupuk langsung, kendala, dan strategi implementasinya pada 2021 dan ke depan.

 

Penajaman subsidi pupuk

 

Reformasi atau penajaman subsidi pupuk, pada skema pembangunan pertanian, dan pembangunan agroindustri yang telah berlangsung sekian lama, tentu, merupakan tantangan tersendiri. Salah satu subtansi penajaman subsidi pupuk itu adalah, pengurangan anggaran subsidi dan volume subsidi pupuk secara berkala, berdasarkan peta jalan yang dibuat kelompok kerja pupuk bersubsidi lintas kementerian.

Realokasi anggaran subsidi pupuk itu, dimanfaatkan untuk program prioritas pembangunan dan kebutuhan lain, yang mampu meningkatkan daya saing bangsa, keberlanjutan pembangunan pertanian dan kesejahteraan petani.

Argumen untuk realokasi subsidi pupuk itu cukup solid, dengan bukti teoretis dan empiris yang kuat. Peran pupuk pada peningkatan produksi pangan dan produktivitas pertanian secara umum sangat signifikan. Sehingga, kelangkaan pupuk menjadi lebih bahaya.

Setengah abad lalu, pemerintah lebih banyak fokus mendidik petani untuk mengadopsi pupuk, dan menggunakannya sesuai anjuran sebagai salah satu elemen penting dalam Revolusi Hijau, bersama manajemen lahan, benih dan bibit unggul, pengaturan jarak tanam, sistem irigasi dan drainase, dll. Kini, persoalannya telah bergeser, bahwa petani telah sangat paham akan fungsi dan manfaat pupuk. Bahkan, tidak dapat melepaskan ketergantungannya dari pupuk.

Pada banyak kasus, petani cenderung menggunakan pupuk kimia berlebih, karena harga yang murah dan persepsi daun tanaman menghijau begitu dominan. Tidak semua petani paham tentang penggunaan pupuk majemuk pada saat proses pembuahan, dan pematangan buah atau biji.

Pupuk organik dan pupuk hayati juga berperan sangat krusial pada peningkatan produksi pangan dan pertanian. Banyak lahan pertanian di Indonesia mulai kekurangan bahan organik, baik karena penggunaan pupuk kimia yang berlebih, maupun karena aktivitas untuk menjaga kesehatan tanah tidak menjadi prioritas.

Hal yang menarik, porsi biaya pupuk dari total biaya produksi padi cukup kecil, yaitu 9,4% dari total biaya. Porsi ini tentu jauh sangat rendah daripada porsi upah buruh tani (48,8%) dan sewa lahan (25,6 %). (Sumber: Survei Ongkos Usahatani, BPS SOUT-BPS, 2018). Permintaan pupuk non-subsidi, juga terus meningkat, seiring peningkatan luas areal perkebunan, khususnya kelapa sawit.

 

Penggunaan e-RDKK dan kartu tani

 

Penggunaan e-RDKK telah dilaksanakan sejak tahun lalu, dan Kartu Tani juga telah dilaksanakan uji coba sejak September 2020. KPK dan BPK juga merekomendasikan penerapan e-RDKK dan kartu ini dalam implementasi pupuk bersubsidi.

Namun demikian, beberapa masalah di lapangan perlu dipantau dan dikendalikan, karena dimensi kompleksitas dari e-RDKK dan Kartu Tani cukup tinggi. Misalnya, usulan e-RDKK dari seluruh daerah pada 2021, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton, jauh lebih besar daripada kemampuan susbdi APBN 2021.

Peluang terjadinya kelangkaan pupuk pada 2021 kembali masih cukup besar, karena, perbedaan kebutuhan dengan kemampuan keuangan negara. Analisis skenario alokasi subsidi pupuk dengan kenaikan HET pada Permentan 45/2020 menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik sampai 9 juta ton jika industri pupuk tetap harus membayar harga gas seperti selama ini. Namun demikian, analisis skenario itu menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik menjadi 13,6 juta ton jika harga gas turun mengikuti harga gas tingkat internasional.

Hal yang juga perlu diwaspadai, database petani dalam kelompok tani yang harus menunggah e-RDKK ke sistem pupuk bersubsidi di Kementan. Sekitar 42% petani Indonesia tidak menjadi anggota kelompok tani dan/atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) (Sumber: PT Pupuk Indonesia Holding), sehingga cukup menyulitkan verifikasi kebutuhan dan alokasi subsidi pupuk.

Di samping itu, sampai Desember 2020 implementasi Kartu Tani baru mencapai 1,65 juta orang atau 11,87% dari 13,9 juta petani yang tercatat dalam e-RDKK 2020 (Sumber: Ditjen PSP, Kementan, 2020). Isu akurasi e-RDKK dan cakupan atau akses Kartu Tamu merupakan PR yang harus diselesaikan dalam implementasi subsidi pupuk pada 2021.

 

Rekomendasi kebijakan>

 

Pertama, penyempurnaan dan verifikasi data petani pada Sistem e-RDKK, setidaknya dengan cara integrasi dengan NIK, yang dikelola Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri. Pada tingkat lebih lanjut, integrasi ini dapat dilakukan dengan data luas pengiasaan lahan pada Sistem Penyuluhan Pertanian, yang dikelola Badan Penyuluhan dan SDM, Kementan.

Kedua, perumusan mekanisme khusus untuk bank negara, yang terhimpun dalam Himbara sebagai penerbit Kartu Tani, agar mampu menjadikan kartu Ini sebagai produk perbankan, yang dapat menghasilkan penerimaan. Mekanisme “saling mengandalkan” dalam hal pendataan dan pemberian Kartu Tani tidak akan mampu memecahkan masalah subsidi pupuk.

Ketiga, peningkatan kapasitas penyuluh pertanian sebagai man on the spot untuk mendukung e-RDKK dan pendampingan Kartu Tani. Pembekalan khusus ini, perlu menjadi bagian integral dari kebijakan penajaman subsidi pupuk. Hal yang perlu diingat ialah para penyuluh pertanian lapangan (PPL) memiliki tugas pokok mengubah perilaku petani agar mampu menolong dirinya sendiri, untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya.

Keempat, pendampingan petani, untuk mengurangi ketergantungan pupuk kimia, melakukan pemupukan sesuai anjuran Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mendorong pupuk organik dan pupuk hayati untuk menyehatkan tanah dll. Kelima, pengembangan pupuk organik dan hayati, mengembangkan usaha berbasis jasa, adaptasi data science, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dll.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya