Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Kepemimpinan Bertumbuh Jokowi

Fathur Rokhman  Rektor Universitas Negeri Semarang, penulis buku Kepemimpinan Bertumbuh: 50 Kiat Memimpin pada Era Perubahan (2016)
07/8/2019 00:00
Kepemimpinan Bertumbuh Jokowi
Ilustrasi(MI/Duta)

SETELAH dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, Joko Widodo akan menjalani masa jabatan kedua. Sebagaimana pemimpin umumnya, periode kedua ialah periode matang sekaligus krusial. Dalam prinsip kepemimpinan bertumbuh, periode kedua sangat menentukan keberlanjutan organisasi pada masa depan.

Kepemimpinan bertumbuh adalah model kepemimpinan yang menempatkan pemimpin dan organisasi sebagai entitas organik. Karena bersifat organik, keduanya berubah berdasarkan interaksinya dengan lingkungan. Dinamika di sekitar diserap sebagai nutrisi yang membuatnya tumbuh menjadi lebih baik dan memberi manfaat semakin besar.

Model kepemimpinan bertumbuh menyediakan landasan untuk menilai apakah kepemimpinan seseorang cukup responsif terhadap perubahan atau tidak. Model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi pemimpin dan kepemimpinan di semua level organisasi. Kepemimpinan level nasional seperti Jokowi juga bisa dievaluasi dengan pendekatan itu.

Terdapat lima prinsip utama dalam model kepemimpinan bertumbuh. Kelima prinsip itu bisa diungkapkan dalam bentuk pertanyaan. Pertama, apakah pemimpin bisa menemukan bibit kepemimpinan pada diri dan lingkungannya? Kedua, apakah pemimpin mampu menjadikan diri dan organisasinya sebagai pembelajar? Ketiga, dapatkah pemimpin membangun jejaring secara produktif? Keempat, apakah pemimpin dapat menjadikan badai masalah sebagai energi yang menguatkan? Kelima, bisakah pemimpin menyiapkan pemimpin baru?

Bagi pemimpin, kelima pertanyaan itu menjadi renungan untuk mengevaluasi kepemimpinannya. Adapun bagi publik, kelimanya bisa dipakai untuk mengevaluasi kepemimpinan di sekitarnya.

Transformasi Jokowi
Pada periode pertama kepemimpinannya, Jokowi tampak telah melalui tiga prinsip dengan mulus. Dia berhasil mentransformasi dirinya menjadi pemimpin autentik. Dari pemimpin bisnis dia berhasil mendidik dirinya menjadi pemimpin pemerintahan di tingkat kota, provinsi, dan negara. Transformasi itu hanya mungkin dicapai jika ia menyadari potensi kepemimpinannya yang autentik.

Dalam prinsip kepemimpinan bertumbuh diyakini bahwa setiap orang memiliki benih kepemimpinan. Setiap benih memang memiliki karakter yang khas, tapi memiliki potensi berkembang yang sama untuk menghasilkan manfaat. Seperti beringin dan semangka yang fisiologisnya sangat berbeda, tapi memiliki kontribusi ekologis yang sama pentingnya.

Jika dibandingkan dengan presiden sebelumnya, Jokowi memiliki warna yang sangat khas. Dia bukan pemimpin pergerakan seperti Soekarno, bukan tentara sebagaimana Soeharto dan SBY, bukan cendekiawan sebagaimana Habibie, bukan aktivis seperti Megawati, juga bukan santri sebagaimana Gus Dur. Akan tetapi, dia bisa tumbuh membawa manfaat yang besar atau bahkan lebih dari pemimpin sebelumnya. 

Keberhasilan Jokowi sejauh ini juga tidak bisa dilepaskan dari karakternya sebagai pembelajar. Meski tidak dikenal sebagai pembaca buku yang ulung, Presiden Jokowi beradaptasi dengan cepat berkat kemampuan belajarnya. Ia mampu membaca kahanan (situasi) dan memahaminya. Selama menjadi wali kota dan gubernur, ia berhasil melahirkan terobosan birokrasi. Mustahil terobosan itu dilakukan jika ia bukan pribadi pembelajar.

Modal personal itulah yang dikombinasikan dengan modal sosial berupa jejaring. Bagi seorang pemimpin, jaringan ialah kebutuhan strategis yang mutlak diperlukan. Hanya dengan jaringan yang cukuplah pemimpin dapat menghimpun sumber daya untuk merealisasikan gagasannya.

Di level internasional, Jokowi memang tidak dikenal memiliki pesona sebagaimana Soekarno. Dia belum pernah memelopori gerakan internasional besar seperti Konferensi Asia Afrika (KAA). Namun, kelemahan itu dapat dikompensasi dengan membentuk tim yang unggul dalam diplomasi. Kondisi ini menegaskan pemimpin tidak harus selalu memiliki kecakapan praktis, tapi harus memastikan memiliki tim yang memilikinya.

Di tiga prinsip kepemimpinan bertumbuh itu, boleh dikatakan, Presiden Jokowi telah dapat melaluinya dengan mulus. Periode kedua ialah ajang pembuktian apakah ia dapat melaksanakan prinsip keempat dan kelima.

Melahirkan pemimpin baru
Prinsip keempat dalam kepemimpinan bertumbuh adalah ‘semakin kuat diterpa badai’. Prinsip ini dikembangkan karena setiap pemimpin dan organisasi pasti melalui masa sulit. Sebagaimana pohon, ia akan diterpa hujan, panas, bahkan badai.

Masa sulit dapat membuat pemimpin surut dan bahkan mati. Namun, dalam prinsip kepemimpinan bertumbuh, badai disikapi sebagai kesempatan memperkuat diri. Prinsip ini relevan dengan kondisi alamiah bahwa masa-masa sulit bisa membuat organisme tangguh. Filsuf Jerman Friedrich Nietzsche merumuskannya dengan tangkas bahwa ‘sesuatu yang tidak membunuhmu, membuatmu lebih kuat’.

Dengan tugas super kompleks yang dihadapi, mustahil Presiden Jokowi terbebas dari masa krisis. Dalam organisasi, krisis lazimnya muncul ketika ada kesalahpahaman, fitnah, bahkan pengkhianatan. Setiap pemimpin besar hampir selalu merasakan tiga badai tersebut, meskipun telah berusaha menghindarinya dengan sekuat tenaga. 

Oleh karena itu, dalam filosofi kepemimpinan bertumbuh, tidak penting kesulitan apa yang akan datang. Yang lebih penting ialah bagaimana menghadapinya sebagai sarana belajar. Kondisi sulit harus diterima karena justru  akan membuat pemimpin semakin kuat. Apakah kesalahpahaman, fitnah, dan pengkhianatan akan membuat Presiden Jokowi menjadi pribadi yang lebih baik? Periode kedua ialah pembuktiannya.

Sebagai pemimpin, Presiden Jokowi menjadi pribadi paripurna jika dapat menjadikan periode kedua untuk melaksanakan prinsip kelima dalam kepemimpinan bertumbuh. Pada prinsip kelima, pemimpin hanya bisa dikatakan berhasil jika mampu melahirkan pemimpin baru yang lebih baik dari dirinya.

Bagi bangsa Indonesia, kepemimpinan dalam lima tahun ke depan ialah waktu yang krusial. Lima tahun ini akan menjadi landasan yang berharga agar visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan. Kepemimpinan yang kuat dan berkelanjutan harus ditumbuhkan demi kejayaan Indonesia pada masa depan.  
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya