Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PAKAR Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkapkan kasus penolakan gugatan atas Surat Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi di DIY, merupakan hal yang sensitif dan melanggar prinsip kesamaan.
Ia menilai ketentuan tersebut bersifat sangat diskriminatif, karena membedakan warga negara Indonesia (WNI) yang di mata hukum memiliki hak setara.
"Yogyakarta kan bagian dari Republik (Indonesia) juga. Jadi ini sebenarnya absurd," ujar Refly kepada Media Indonesia, Minggu (25/2).
Jika mengacu pada konstitusi, arti WNI terbagi menjadi dua yakni warga negara yang sejak kelahiran di Indonesia dan warga negara yang melalui proses naturalisasi. Tetapi ia menegaskan tidak boleh ada sikap membedakan karena keduanya secara hukum telah menjadi WNI yang sah.
Menurut Refly, instruksi tersebut akan lebih masuk akal jika bersifat pembatasan, bukan pelarangan.
"Jika latar belakangnya karena kekhawatiran lahan akan dikuasai oleh investor, sehingga pemerintah harus melindungi wilayah setempat, itu masih bisa diterima. Tetapi kalau melarang sekali itu keputusan keliru," jelasnya.
Terlebih lagi, Yogyakarta adalah salah satu lokasi yang menjadi tujuan utama bagi para wisatawan baik lokal maupun asing. Regulasi tersebut, jelas dapat menjadi hambatan bagi perkembangan daerah setempat.
Pihak penggugat, imbuhnya, sudah seharusnya megajukan banding atas penolakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta.
"Kita tunggu saja nanti hasil bandingnya bagaimana," tandasnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved